Menurutnya putusan MK Nomor 116 / PUU/XXI/2023 adalah keputusan strategis untuk melindungi hak rakyat sebagai pemilih dan menjaga otoritasnya sebagai pemilik kedaulatan. Pemberlakuan presidensial treshold dalam sejarah demokrasi di indonesia digunakan sebagai instrumen pengurangan jumlah partai politik yang ikut pemilu.
"Jadi dari awal sudah desain untuk membatasi kuantitas partai dengan menekan populasi partai yang meraup suara di bawah 4% sehingga proses pemilu lebih efisien dan kredible. Pemerintah diyakini akan lebih stabil dan mudah memperoleh dukungan mayoritas partai,"ungkapnya.
Ditambahkannya, dengan terbatasnya jumlah partai peserta pemilu pemerintah mendorong adanya pembentukan koalisi partai-partai besar dan kecil yang lebih mudah untuk dikontrol dan diatur. Dengan adanya presidential threshold gagasan dasarnya adalah setiap parpol bisa mengusung calon presiden dan wakil presiden.
"Jadi keputusan MK yang menghapus Presidensial Treshold harus disambut dengan penuh suka cita karena akan menumbuhkan demokrasi yang deliberatif karena akan meningkatkan partisipasi publik dengan menentukan calon presiden dan wakil presiden,"terangnya.
Sebaliknya kata Doktor Alfi resiko dihapusnya presidential threshold adalah menjamurnya partai-partai politik baru yang mengikuti pemilu. Sehingga akan sulit bagi pemerintah untuk melakukan konsolidasi dan pengorganisasian dukungan politik terutama untuk memperoleh dukungan mayoritas dari partai-partai karena konflik interest yang tinggi sebagai konsekuensi dari banyaknya jumlah partai politik baru yang ikut pemilu.
Sehingga perlu kajian akademis yang komprehebsif dan kebijakan yang tepat dan presisi pasca pemberlakuan keputusan MK tentang penghapusan presidential threshold.
"Kita tidak boleh lihat kebijakan ini secara parsial karena penerapan treshold awalnya didasari oleh sedikitnya calon presiden dan wakil presiden, takutnya penghapusan presidensial treshold dan penerapannya di pemilu mendatang justru memicu munculnya masalah baru dalam demokrasi kita,"tegasnya.
Karena resiko di depan mata menanti bagi pemerintah jika terlalu banyak partai menjadi konstestan pemilu akan sulit mereka mencapai konsensus dan dukungan mayoritas di parlemen. Cuma keuntungannya penghapusan PT ini akan mendorong penguatan kapasitas demokrasi dan partsipasi publik akan lebih besar porsinya di parlemen karena meski tidak mencapai 4% suara sah nasional di parlemen partai tetap bisa melenggang bebas di senayan.
"Keputusan MK ini menjadi era baru kemajuan demokrasi yang memberikan perlindungan ekstra terhadap berapapun suara masyarakat kepada partai dan tidak direduksi lagi,"ungkapnya.
Sementara itu, Politisi muda sekaligus Ketua DPW Partai Gelora NTB Lalu Pahrurrozi merespon positif penghapusan presidential threshold oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan seluruh partai politik bisa mengusung calon presiden dan wakil presiden.
"Kami menyambut baik keputusan mahkamah konstitusi yang menghapus presidential threshold 20 persen (batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden) . Memang sebaiknya jika pemilihan presiden dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan legislatif maka ketentuan presidential threshold itu dihapuskan,"terangnya.
Dengan demikian kesempatan bagi lebih banyak kandidat dari berbagai wilayah daerah suku untuk muncul sebagai bibit bibit kepemimpinan nasional.
"Dialektika kepemimpinan ini bisa tumbuh dari bawah dan kita bisa menemukan kualitas kepemimpinan terbaik dari berbagai segmen dan wilayah,"terangnya.
"Kami juga berharap mahkamah konstitusi akan menghapus parlementary threshold. Mengapa? Pertama, untuk mengimbangi keputusan MK yang menghapus presidential treshold. Kedua, menindaki keputusan MK sebelumnya yang menurunkan persentase dukungan partai pada pemilihan kepala daerah. Ketiga, mengantisipasi hilangnya suara rakyat yang tidak masuk akibat parlementary threshold,"ungkapnya.
Ojhi sapaan akrabnya menyebut nika argumen parlementary treshold adalah memudahkan konsolidasi demokrasi parlemen maka argumen itu bisa dijembatani dengan memperbaiki sistem fraksi atau pengelompokan Yang ada di DPR.
Bahkan mungkin dengan kemajuan teknologi saat ini, pengelompokan atau pembentukan fraksi itu tidak lagi diperlukan dalam mengambil keputusan dari anggota DPR, biarlah keputusan itu dilembagakan dalam komisi dan paripurna.
"Langkah ini juga untuk mengantisipasi tekanan dari struktur partai kepada anggota DPR yang sedang menjalankan mandat dari pemiliknya. Agar kekuasaan rakyat itu betul-betul menjadi mandat tertinggi, dengan menghilangkan semua bentuk tekanan kepada wakil rakyat,"terangnya.
Editor : Purnawarman