Desakan Evaluasi Kebijakan dan Reformasi Pengelolaan Lingkungan
Edo mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap aturan penggunaan lahan dan praktik industri yang beroperasi di wilayah rawan bencana. Ia menegaskan bahwa mitigasi lingkungan tidak boleh bersifat reaktif.
“Pemerintah harus hadir secara nyata, bukan hanya ketika bencana sudah terjadi. Pengawasan hulu, restorasi lingkungan, dan pembatasan izin eksploitasi hutan harus menjadi prioritas,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa kebijakan jangka panjang harus mengintegrasikan aspek keberlanjutan, mengingat perubahan iklim semakin memperburuk intensitas bencana di Indonesia.
PKAEN Ajak Semua Pihak Berkolaborasi Menjaga Alam
PKAEN menilai upaya mencegah bencana ekologis membutuhkan sinergi lintas sektor. Kolaborasi antara akademisi, masyarakat sipil, lembaga swadaya, hingga pelaku industri sangat diperlukan untuk mengembalikan fungsi ekologis hutan dan lahan di Sumatera.
Edo memperingatkan bahwa tanpa perubahan signifikan dalam tata kelola lingkungan, wilayah-wilayah rawan banjir di Sumatera akan terus menghadapi ancaman bencana yang lebih parah di masa mendatang.
Dampak Ekonomi Banjir Mulai Mengkhawatirkan
Selain mengancam keselamatan warga, banjir tahunan di Sumatera juga menimbulkan kerugian ekonomi yang besar. Berdasarkan catatan beberapa pemerintah daerah, kerugian akibat banjir dalam tiga tahun terakhir mencakup:
Gangguan distribusi logistik dan bahan pangan
Penurunan produksi komoditas perkebunan
Kerusakan infrastruktur publik seperti jalan dan jembatan
Peningkatan beban APBD untuk tanggap darurat dan rehabilitasi
PKAEN juga menyoroti perlunya skema pendanaan adaptasi perubahan iklim dan dukungan teknologi mitigasi untuk daerah-daerah paling rentan.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait
