Oleh: Edo Segara Gustanto
Akademisi & Peneliti Pusat Kajian Analisis dan Ekonomi Nusantara (PKAEN)
PEMERINTAH melalui Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa berencana menyalurkan dana Rp200 triliun ke perbankan untuk memperkuat likuiditas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Dana tersebut berasal dari saldo anggaran lebih (SAL) yang sebelumnya ditempatkan di Bank Indonesia (BI).
Lima penerima masing-masing adalah Bank Mandiri, BRI, BTN, BNI, Bank Syariah Indonesia (BSI). BNI, BRI, dan Mandiri masing-masing akan menerima dana Rp 55 triliun, lalu Bank BTN sebesar Rp 25 triliun, dan BSI Rp 10 triliun.
Kebijakan ini memantik optimisme sekaligus perdebatan: apakah dana jumbo ini akan benar-benar menggerakkan sektor riil, atau sekadar memperlebar kenyamanan bagi mereka yang sudah mapan dalam sistem perbankan?
Pertumbuhan ekonomi tidak cukup ditopang oleh limpahan likuiditas. Faktor lain yang menentukan adalah kepercayaan investor terhadap kepastian hukum dan stabilitas kelembagaan.
Jika persepsi risiko tetap tinggi, pelaku pasar justru akan menggunakan kredit murah untuk membeli aset di luar negeri, misalnya saham perusahaan kecerdasan buatan di Amerika Serikat.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait
