Sementara Kabupaten Bima memperoleh alokasi jauh lebih besar, sekitar Rp3,35 miliar, dengan delapan paket pekerjaan, di antaranya:
Ruas Jalan Karumbu–Sape: Rp1,26 miliar untuk penanganan longsor bahu jalan, pembangunan box culvert, dan perbaikan jalan amblas.
Ruas Jalan Sampungu–Bajo: Rp795,95 juta untuk patching jalan rusak berat dan pembangunan box culvert di titik jalan putus.
Ruas Jalan Kiwu–Sampungu: Rp419,24 juta untuk perbaikan badan jalan tergerus air.
Selain itu, terdapat alokasi untuk perbaikan jembatan, penanganan abrasi pantai, hingga pemulihan longsoran bahu jalan di titik rawan bencana.
DPRD Kritik Penanganan Bencana
Maman menilai pemerintah daerah kurang serius menangani dampak banjir, khususnya di wilayah Bima.
“Dampak banjir di Wera dan Ambalawi cukup besar. Saluran irigasi rusak dan penuh sedimentasi. Dam rusak, sawah warga rusak,” tegas politisi tiga periode itu.
Ia menekankan bahwa perbaikan irigasi dan bendungan merupakan prioritas mendesak bagi masyarakat.
“Bagaimana sawah bisa ditanami kalau irigasinya rusak?” kritiknya.
Menurutnya, dana BTT sebesar Rp500 miliar seharusnya diarahkan lebih fokus kepada korban banjir.
“Gubernur harus alokasikan untuk kepentingan korban terdampak banjir,” ujarnya.
Warga Bima Blokade Jalan
Sebelumnya, puluhan warga Desa Nanga Wera, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, sempat memblokade jalan raya dengan kayu dan batu pada Kamis (25/9). Aksi itu dilakukan sebagai bentuk kekecewaan atas lambannya penanganan pascabanjir.
Seorang warga bernama Ahmadi mengeluhkan minimnya bantuan yang diterima korban banjir.
“Belum ada tindakan nyata dari pemerintah,” ucapnya.
Menurut Ahmadi, hingga kini bantuan rumah layak huni, perbaikan saluran irigasi, dan fasilitas umum belum terealisasi.
BNPB mencatat Kabupaten Bima termasuk salah satu daerah dengan indeks risiko banjir tertinggi di NTB.
Banjir bandang yang melanda Wera dan Ambalawi menggenangi ratusan rumah, merusak sawah, serta memutus akses jalan utama.
Pakar kebencanaan menilai, anggaran BTT perlu diarahkan tidak hanya untuk infrastruktur darurat, tetapi juga untuk mitigasi jangka panjang.
Masyarakat berharap agar APBD Perubahan 2025 lebih responsif terhadap kebutuhan korban bencana.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait