“Saat proses interogasi korban, bertetapan dengan itu juga terlapor datang untuk memberikan keterangan secara sadar. Tetapi kami tidak langsung percaya, kami lakukan interogasi terlebih dahulu,” ungkap Syarif.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya penyidik untuk memastikan kebenaran laporan dan memperkuat unsur pidana yang akan menjadi dasar dalam penetapan tersangka.
Desakan Penetapan Tersangka dari Masyarakat Sipil
Sementara itu, Koalisi Stop Kekerasan Seksual NTB yang turut mengawal kasus ini menyatakan bahwa olah TKP memperjelas keterlibatan pelaku.
“Iya, memang dari beberapa adegan yang diperagakan WJ, korban juga membenarkan. Dan itu yang diakui oleh si terduga pelaku,” ujar perwakilan koalisi, Joko Jumadi.
Koalisi mendesak agar proses hukum segera dituntaskan dengan penetapan tersangka dan penahanan terhadap dosen tersebut.
“Hampir dipastikan dalam waktu dekat harusnya sudah ada penetapan tersangka dan penahanan,” tegas Joko.
Konteks, Regulasi, dan Dampak
Kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus seperti ini bukan yang pertama di Indonesia. Menurut data Komnas Perempuan, kampus menjadi salah satu dari lima lokasi tertinggi terjadinya pelecehan seksual di ruang pendidikan.
Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi menjadi payung hukum yang relevan untuk menindaklanjuti kasus ini.
Dampak psikologis terhadap korban sangat serius. Banyak korban pelecehan di kampus mengalami trauma jangka panjang, kehilangan semangat belajar, bahkan terpaksa mundur dari pendidikan.
Saatnya Tegakkan Keadilan di Lingkungan Akademik
Kasus dugaan kekerasan seksual oleh oknum dosen UIN Mataram ini mencoreng dunia pendidikan tinggi, terutama kampus yang seharusnya menjadi ruang aman bagi mahasiswa. Polda NTB diharapkan segera menetapkan tersangka dan membawa kasus ini ke ranah pengadilan agar keadilan bagi korban bisa segera ditegakkan.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait