LOMBOK, iNewsLombok.id - Tiga tersangka dalam kasus uang siluman DPRD NTB—M. Nashib Ikroman (MNI), Indra Jaya Usman (IJU), dan Hamdan Kasim (HK)—hingga kini masih memilih diam terkait asal-usul aliran dana yang menyeret sejumlah legislator. Kondisi tersebut disampaikan oleh Aspidsus Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, Zulkifli Said.
“Iya masih (tutup mulut),” ujar Zulkifli, Rabu (3/12).
Isu bahwa uang siluman tersebut berasal dari pihak ketiga seperti kontraktor disebut masih terus didalami. Namun hingga saat ini, aparat kejaksaan belum menemukan bukti kuat mengenai dugaan itu.
“Belum ada,” jawabnya singkat.
Zulkifli menegaskan pihaknya masih menunggu perkembangan pemeriksaan lanjutan terhadap puluhan anggota dewan. Proses tersebut diperlukan untuk melengkapi berkas sebelum tahapan penahanan terhadap tiga tersangka dilanjutkan.
“Kita tunggu bagaimana perkembangan mereka nanti,” tambahnya.
Hingga kini, Kejati telah memeriksa sedikitnya 45 anggota DPRD NTB dari berbagai fraksi dan komisi.
“Sudah 45 orang anggota DPRD NTB,” ungkap Zulkifli.
Dari jumlah tersebut, sebagian merupakan penerima, pimpinan, hingga anggota yang telah mengembalikan dana gratifikasi tersebut.
Selain para legislator, sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi NTB dan istri tersangka IJU, Hj. Nurhidayah, juga dimintai keterangan sebagai saksi.
“Iya sudah diperiksa juga sebagai saksi,” katanya.
Saat ditanya apakah tersangka MNI berencana mengajukan diri sebagai Justice Collaborator (JC), Zulkifli tidak memberikan jawaban pasti.
“Pokoknya intinya tergantung keterangan yang bersangkutan, semuanya dinamis,” ujarnya.
Latar Belakang Kasus dan Temuan Penyidikan
Kejati NTB menetapkan tiga tersangka dari unsur legislatif, yaitu:
M. Nashib Ikroman (MNI) – Anggota Komisi III
Indra Jaya Usman (IJU) – Anggota Komisi V
Hamdan Kasim (HK) – Ketua Komisi IV
Kasus ini bermula dari laporan dugaan pembagian fee Pokok Pikiran (Pokir) DPRD. Setiap legislator diduga menerima Rp 2 miliar, namun bukan melalui program, melainkan melalui fee sekitar 15 persen atau setara Rp 300 juta.
Sejauh ini, lebih dari Rp 2 miliar uang gratifikasi telah dikembalikan oleh para penerima ke kejaksaan sebagai bagian dari proses penegakan hukum. Pengembalian tersebut menjadi alat bukti penting dalam peningkatan status perkara ke tahap penyidikan.
Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.
Penyidik turut menelusuri potensi aliran dana ke pihak lain, termasuk kemungkinan adanya perantara atau makelar proyek.
KNPI NTB dan beberapa lembaga antikorupsi daerah telah meminta Kejati bertindak transparan dan tidak tebang pilih.
Praktik fee Pokir semacam ini sudah beberapa kali terjadi di daerah lain, menjadikannya pola korupsi yang berulang dalam tata kelola anggaran daerah.
Bila ada tersangka yang mengajukan JC dan diterima, kasus bisa membuka keterlibatan aktor baru yang sebelumnya tidak tersentuh penyidikan.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait
