JAKARTA, iNewsLombok.id – Kepolisian resmi menetapkan Roy Suryo dan sejumlah tokoh lainnya sebagai tersangka dalam kasus fitnah ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Asep Edi Suheri, pada Jumat (7/11/2025).
“Polda Metro Jaya telah menetapkan delapan orang tersangka dalam dua klaster. Klaster pertama lima orang,” ujar Irjen Asep saat konferensi pers di Mapolda Metro Jaya.
Ia menambahkan, “Klaster kedua ada dua orang yang ditahan,” tanpa menyebut detail identitas seluruh tersangka yang kini ditangani penyidik.
Dua Klaster Tersangka dan Kronologi Kasus
Kasus ini berawal dari laporan resmi Presiden Joko Widodo ke Polda Metro Jaya terkait dugaan fitnah dan penyebaran berita bohong mengenai ijazah palsu dirinya. Laporan tersebut mencakup Pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik, serta Pasal 27A, 32, dan 35 Undang-Undang ITE.
Dari hasil penyelidikan, terdapat 12 nama terlapor, termasuk Roy Suryo, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, serta tokoh-tokoh publik lain seperti Abraham Samad, Eggi Sudjana, Damai Hari Lubis, dan Tifauzia Tyassuma (Dokter Tifa).
Menurut sumber internal kepolisian, klasifikasi dua klaster dilakukan untuk memisahkan pihak yang memproduksi konten fitnah dan pihak yang menyebarluaskan konten tersebut di media sosial.
Hasil Penyelidikan: Ijazah Jokowi Asli
Sebelumnya, Bareskrim Polri telah lebih dulu menangani laporan serupa. Hasil investigasi menunjukkan bahwa ijazah milik Presiden Jokowi adalah asli dan identik dengan dokumen pembanding resmi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) serta instansi pendidikan terkait.
Dengan demikian, klaim ijazah palsu yang sempat viral di media sosial dipastikan tidak berdasar dan mengandung unsur fitnah.
Langkah Hukum Lanjutan
Penyidik Polda Metro Jaya memastikan proses hukum akan berjalan transparan. Para tersangka akan diperiksa intensif untuk mendalami motif, peran, serta jaringan penyebaran informasi hoaks tersebut.
Polda juga mengingatkan masyarakat agar lebih berhati-hati dalam menyebarkan informasi di media sosial, terutama yang berkaitan dengan figur publik dan institusi negara, karena dapat berimplikasi hukum serius.
“Kasus ini menjadi pelajaran penting agar publik bijak bermedia sosial dan tidak mudah termakan isu,” ujar salah satu sumber kepolisian yang enggan disebutkan namanya.
Kasus serupa sempat mencuat pada tahun-tahun sebelumnya, namun baru kali ini ditindaklanjuti dengan penetapan tersangka secara resmi.
Pengamat hukum menilai langkah ini penting untuk menegakkan akuntabilitas digital dan perlindungan reputasi pejabat negara.
Selain itu, Kominfo dan Siber Polri juga dikabarkan ikut membantu pelacakan akun-akun penyebar hoaks yang masih aktif membagikan konten serupa di berbagai platform media sosial.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait
