LOMBOK, iNewsLombok.id – Anggota Komisi V DPRD NTB, Made Slamet, menyoroti belum jelasnya pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) pendidikan tahun 2025. Menurutnya, program tersebut kerap hanya muncul ke permukaan ketika sudah menimbulkan masalah di lapangan.
“Belum ada perkembangan, belum ada yang jalan. Khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan yang merupakan mitra komisi saya. Kalau DAK itu dewan sangat sedikit tahu, jadi baru terungkap setelah muncul temuan,” kata Made, Selasa (26/8/2025).
Ia menegaskan agar pemerintah provinsi tidak hanya ribut ketika masalah terjadi, melainkan belajar dari pengalaman sebelumnya.
“Ribut-ribut, uangnya habis, barang belum ada. Saling lempar tanggung jawab. DAK memang seperti itu,” ujarnya menekankan.
Harapan DAK Tidak Jadi Masalah Berulang
Made berharap pengadaan fisik melalui DAK tidak kembali bermasalah. Ia menilai pemerintah daerah seharusnya sudah belajar dari kasus-kasus sebelumnya agar tidak mempermalukan daerah di mata pemerintah pusat.
“Ini sudah sering jadi masalah. Seharusnya pemerintahan baru belajar dari sebelumnya, kan malu kita ke pemerintah pusat. Tapi malah semakin parah,” tegasnya.
Selain itu, ia juga menyinggung pentingnya pemanfaatan teknologi untuk transparansi pengadaan agar tidak ada kasus yang hilang begitu saja.
“Harapan kita harus ada keterbukaan, sosialisasi dari awal. Tapi yang terjadi, semua tertutup, baru ramai setelah ada masalah,” katanya.
Sebagaimana diketahui anggaran DAK fisik pendidikan provinsi NTB 2025 berdasarkan KMK no 29 tahun 2025, terdiri dari DAK SLB sebesar Rp866 juta lebih, DAK SMK sebesar Rp40 milyar lebih. DAK SMA sebesar Rp1,2 milyar lebih total Rp42 milyar lebih.
Jangan Hanya Tergantung Tim Transisi
Lebih lanjut, Made mengingatkan agar Gubernur NTB tidak hanya bergantung pada tim transisi dalam bekerja.
“Sebaiknya jalan saja Pak Gubernur, jangan menjadikan kondisi daerah seperti transisi terus. Kan sudah selesai, bekerjalah dengan tim eksekutif yang ada. Jangan hanya konsultasi dengan transisi,” tandasnya.
Risiko Penumpukan Proyek Akhir Tahun
Made juga menyoroti pola pelaksanaan proyek yang sering menumpuk di akhir tahun dengan mekanisme penunjukan langsung (PL). Menurutnya, hal ini tidak sehat karena berpotensi menimbulkan Silpa (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran).
“Bukan hanya DAK, yang lain juga gak jalan. Saya khawatir nanti menumpuk di akhir tahun dengan PL, itu tidak baik. Jangan sampai jadi Silpa, itu catatan penting,” ungkapnya.
DAK (Dana Alokasi Khusus) merupakan anggaran dari APBN yang ditransfer ke daerah untuk mendanai kebutuhan spesifik, terutama sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Berdasarkan data Kemenkeu, serapan DAK di berbagai daerah sering bermasalah karena keterlambatan perencanaan, lelang, hingga birokrasi yang berbelit.
Jika DAK tidak terserap optimal, dana tersebut bisa ditarik kembali oleh pusat dan daerah terancam kehilangan kesempatan pembangunan.
NTB termasuk salah satu provinsi yang kerap mendapat sorotan atas rendahnya serapan DAK dalam tiga tahun terakhir.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait