get app
inews
Aa Text
Read Next : Pengamat: Lalu Iqbal Harus Ambil Wakil dari Sumbawa di Pilgub,Demokrat Berpeluang Gaet Banyak Partai

Intelektual Dalam Episentrum Kekuasaan

Selasa, 17 Desember 2024 | 18:11 WIB
header img
Alfisahrin, Antropolog Politik dan Wadir di Politeknik MFH Mataram dan Fakultas Ilmu Pemerintahan dan Ilmu Komunikasi Upatma Mataram.ist

Namun, percakapan publik yang dipertontonkan, isinya hanya caci maki, fitnah dan stigma.  Lalu kemana raibnya ide, gagasan, dan program kerja paslon yang seharusnya ikut diadu, ikut dipentaskan, dan ikut diperbincangkan secara kritis sebagai peta jalan pembangunan masa depan NTB.

Saya menduga bahwa gagasan dan ide-ide akademis yang harusnya diusung dan disumbang oleh mahasiswa dan intelektual di kubu-kubu paslon tidak menjadi substansi perjuangan. Faktanya di pojok-pojok desa, warung kopi, pasar, pelabuhan teras rumah bahkan di gubuk  sawah petani, pembicaraan mengenai berapa isi amplop ‘serangan fajar’ jauh lebih diminati dibanding diskusi menguliti isi daya tampung ilmu dan program di  tempurung kepala para kandidat bupati dan gubernur yang bertanding di pilkada.

Harusnya kita gembira dan menaruh harapan yang baik bahwa ada angin syurga masuknya akademisi dan mahasiswa dalam arena politik meminjam istilah Piere Bordieau akan meningkatkan mutu kebijakan, mutu organisasi pememrintah dan kualitas pelayanan publik yang profesional. Namun,  Ironisnya justru intelektual dan mahasiswa dalam pusaran politik, justru gagal menjadi pembeda, pemberi warna dan penyumbang gagasan produktif calon. 

Mereka (intelektual dan mahasiswa) lebih menyukai menjadi pengekor yang diatur secara brutal oleh orang-orang awam untuk menjadi relawan, agen money politik, dan produsen yang mengkreasi wacana-wacana murahan dan receh seperti isu politik identitas, jual beli olokan, dan seragan- serangan personal kepada paslon. Mengutip Peter Fleming (2021) dalam The Dark Academia bahwa gejala hilangnya nalar kritis dan minimnya kontribusi pengetahuan intelektual dan mahasiswa dalam proses-proses politik seperti pileg dan pilkada di daerah menjadi lonceng yang menandai awal kematian dini ‘ universitas ‘di ruang publik.

Hemat saya intelektual tidak boleh mati hanya karena digoda dan dilindas oleh pragmatisme politik. Intelektual adalah orang cerdas, kritis dan rasional yang bertugas meniupkan ruh pada akal budi dan kesadaran manusia untuk memajukan alam semesta  dengan fitur-fitur canggih ilmu pengetahuan. 

Editor : Purnawarman

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut