Sehingga posisi etik agama dan epistemologi antara intelektual dengan orang awam (pandir) tidak sama, bahkan jaraknya jauh langit dan bumi. Intelektual berperan menjadi cahaya, penuntun, dan suluh peradaban untuk mengatasi berbagai kemujudan berpikir, kebodohan dan aneka ketertinggalan yang dialami masyarakat.
Bukan sebaliknya seperti fakta saat ini, terutama dalam dunia politik orang-orang awam telah menjadi dan dijadikan kiblat referensi, patokan serta standar yang menuntun cara pikir mahasiswa dan intelektual sebagai kelas menengah yang cerdik-pandai. Orang-orang awam, kini telah mengambil alih jalan dan cara berpikir orang cerdik, mereka sudah berada di ‘ depan’ bahkan mengatur dan mengendalikan cara pandang, opini bahkan sikap politik orang-orang cendekiawan yang terdidik. Keduanya sudah bertukar posisi, intelektual yang seharusnya berada di depan kini sudah berada di belakang.
Morfologi politik negara kini tengah mengalami anomie meminjam istilah Sosiolog Robert K.Merton yakni ketidaksesuaian antara tujuan kultural sebagai harapan bersama dengan kenyataan yang terjadi pada institusi. Kita bisa cermati misalnya pada partai-partai politik, parlemen, eksekutif nyaris telah banyak dikuasai dan dikendalikan oleh orang-orang awam tanpa kapasitas ilmu namun mereka popular.
Sehingga wajar jika mutu kebijakan, mutu pengawasan, dan mutu undang-undang negara yang dihasilkan sangat rendah. Intelektual sudah mengalami kematian ilmu dan kepakaran meminjam istilah Tom Nichols (2018). Demikian pula dengan mahasiswa-mahasiswa kita, gagal tumbuh sebagai agen of change, agen of control, dan agen of moral karena godaan politik modern yang kapitalistik dan pragmatik tidak jarang mahasiswa dan intelektual terseret serta terjebak dalam political game (permainan politik) yang transaksional dan penuh gimick.
Akibatnya posisi akademis mahasiswa dan kaum intelektual kehilangan kredibilitas, integritas dan legitimasi di publik. Dalam pileg dan pilkada terbaru di NTB terlihat begitu ramai lalu lintas intelektual dan mahasiswa yang berada di kubu tiga kandidat gubernur.
Editor : Purnawarman