SUMBAWA, iNewsLombok.id - Proyek pembangunan jalan provinsi ruas Lenangguar–Lunyuk di Kabupaten Sumbawa yang dikerjakan oleh PT Amar Jaya Pratama saat ini baru mencapai progres sekitar 65 persen, meskipun masa kontrak akan segera berakhir pada Desember 2025.
Proyek senilai Rp19 miliar tersebut terganjal sejumlah kendala teknis, utamanya cuaca ekstrem dan kondisi geografis yang menantang.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pembangunan jalan dan jembatan wilayah Pulau Sumbawa, Miftahuddin Anshary, mengungkapkan bahwa rendahnya progres bukan disebabkan kelalaian pelaksana, melainkan karena faktor alam yang tak terduga.
“Kalau progres di posisi sekarang ini, kisarannya sekitar 65 persen. Kondisi di lapangan memang sangat dipengaruhi hujan yang terus-menerus, sehingga waktu kerja efektif harian jadi sangat terbatas,” ungkap Miftahuddin, Senin (22/12/2025).
Menurutnya, intensitas hujan tinggi membuat para pekerja hanya bisa melakukan kegiatan selama beberapa jam sebelum terhenti. Upaya lembur pun tidak membuahkan hasil maksimal karena hujan biasanya turun sejak siang hari.
Selain itu, curah hujan tinggi juga menyebabkan longsor berulang di sejumlah titik yang sebelumnya telah ditangani. Beberapa titik bor dan galian yang sudah selesai dikerjakan kembali tertutup material longsoran.
“Lokasi yang sudah kita tangani, baik titik bor maupun galian, sering longsor lagi. Bahkan titik bor yang sudah selesai bisa tertutup kembali berkali-kali,” jelasnya.
Proyek Molor Akibat Revisi dan Musim Hujan
Proyek ini baru bisa dimulai pada September 2025, setelah melalui revisi anggaran, perencanaan ulang, dan proses tender yang memakan waktu cukup lama. Padahal idealnya proyek PUPR dimulai pada pertengahan tahun (sekitar Juni), sehingga memiliki waktu pelaksanaan lebih panjang.
“Waktu pelaksanaan hanya 100 hari, padahal normalnya minimal 180 hari,” ujarnya.
Pekerjaan utama saat ini fokus pada penanganan longsor di dua titik paling kritis dengan metode pemasangan bore pile. Pengaspalan baru akan dilakukan setelah dua titik ini ditangani sepenuhnya.
Sementara itu, pekerjaan lainnya berupa patching atau penutupan lubang di sepanjang ruas jalan.
Meski panjang ruas jalan mencapai sekitar 50 kilometer, penanganan difokuskan pada titik-titik rawan longsor. Jika kontraktor gagal menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, opsi perpanjangan waktu melalui addendum kontrak akan diajukan dengan alasan force majeure (bencana alam).
“Ada hak untuk mengajukan perpanjangan waktu karena hujan terus, longsor, dan banjir. Ini bukan karena kelalaian kontraktor,” tambah Miftahuddin.
Perpanjangan waktu yang diusulkan dapat mencapai 50 hari, asalkan didukung dengan bukti data cuaca dari BMKG dan laporan teknis lapangan.
Potensi Kekurangan Anggaran
Terkait anggaran, meskipun dialokasikan sebesar Rp19 miliar, pihak PPK mengindikasikan bahwa dana tersebut tidak cukup jika melihat kondisi riil lapangan.
“Kalau melihat kondisi lapangan, mungkin anggaran 19 miliar tidak cukup. Bahkan 30 sampai 50 miliar pun sebenarnya masih kurang karena titik longsornya banyak,” pungkasnya.
Untuk diketahui, proyek ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah Provinsi NTB dalam memperkuat konektivitas antarwilayah dan membuka akses ekonomi di kawasan selatan Pulau Sumbawa, yang selama ini dikenal dengan akses jalan yang sulit dan rawan bencana alam.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait
