Penanganan keadaan mendesak yang tidak bisa ditunda;
Keadaan luar biasa lain yang ditetapkan oleh kepala daerah.
Dengan demikian, utang pemerintah daerah tidak termasuk kategori keadaan darurat atau mendesak, sebab sifatnya sudah diketahui dan bisa direncanakan dalam siklus penganggaran tahunan.
PKAEN Soroti Lemahnya Disiplin Fiskal Pemprov NTB
Pengamat ekonomi PKAEN Yogyakarta, Edo Segara Gustanto, menilai tindakan Pemprov NTB itu merupakan bentuk lemahnya disiplin fiskal dan manajemen kas daerah.
“BTT sejatinya adalah cadangan fiskal untuk kejadian tak terduga seperti bencana alam atau krisis sosial-ekonomi. Menggunakannya untuk membayar utang berarti mengabaikan prinsip kehati-hatian fiskal dan berpotensi menggerus fungsi dana darurat daerah,” ujarnya di Yogyakarta, Senin (6/10).
Lebih lanjut, Edo menekankan bahwa penggunaan BTT di luar peruntukan bisa menimbulkan konsekuensi serius secara hukum.
“Utang bukanlah keadaan darurat. Bila BTT dipakai untuk menutupnya, maka akuntabilitas fiskal daerah patut dipertanyakan. Hal ini dapat melemahkan kepercayaan publik terhadap integritas pengelolaan keuangan pemerintah daerah,” tambahnya.
PKAEN Dorong Transparansi dan Reformasi Anggaran
PKAEN juga menyerukan agar Pemprov NTB memperbaiki perencanaan keuangannya. Pemerintah daerah diminta untuk memperkuat sistem pengawasan internal, meningkatkan transparansi publik, dan menerapkan prinsip efisiensi dalam belanja daerah.
Dana BTT, lanjut Edo, seharusnya disiapkan untuk melindungi masyarakat dari risiko sosial, bencana, dan ketidakpastian ekonomi, bukan untuk menutupi kesalahan dalam perencanaan fiskal masa lalu.
Selain itu, ia juga mengingatkan agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memperhatikan pola penggunaan BTT di berbagai daerah, tidak hanya di NTB, mengingat praktik serupa bisa terjadi di provinsi lain sebagai upaya “jalan pintas” menutup defisit.
“Jika dibiarkan, hal ini bisa menjadi preseden buruk bagi tata kelola keuangan daerah di Indonesia,” terang Edo.
Data dari Kemendagri menunjukkan, per 2024, sekitar 62% daerah di Indonesia mengalami keterlambatan pembayaran kewajiban kepada pihak ketiga akibat lemahnya proyeksi pendapatan daerah.
BTT di NTB pada tahun anggaran 2024 tercatat sebesar Rp500 miliar, yang idealnya dialokasikan untuk menghadapi bencana alam, darurat kesehatan, atau krisis ekonomi lokal.
Penggunaan dana ini untuk pelunasan utang berpotensi mengganggu kesiapan fiskal daerah menghadapi bencana seperti banjir tahunan dan kekeringan di Lombok serta Sumbawa.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait