Ia berharap penggunaan istilah asing, seperti kata "welcome," dapat dikurangi atau digantikan dengan padanan bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
"Sebab Lombok adalah destinasi wisata, baik bagi wisatawan lokal maupun asing, kami sangat berharap ada kebijakan pengenalan bahasa Indonesia bagi wisatawan atau penduduk asing. Ibarat bertamu, mereka harus memakan sajian dengan menggunakan piring yang kita sajikan. Sajikan piring itu dengan piring kelokalan, yaitu bahasa Indonesia dan daerah," tutur Dwi.
Pada hari pertama, lima narasumber memberikan materi, yaitu Dwi Pratiwi (Kebijakan Bahasa dan Sastra), Hartanto (Pengenalan UKBI), Kasman (Ejaan Bahasa Indonesia), dan Zamzam Hariro (Pembentukan Kalimat Bahasa Indonesia dan Bentuk Pilihan Kata).
Hartanto memperkenalkan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) sebagai alat ukur nasional kemampuan berbahasa. Ia juga menyebut bahwa peserta yang aktif dan menunjukkan peningkatan signifikan akan mendapatkan kesempatan mengikuti UKBI secara gratis.
Kasman dan Zamzam, penyuluh bahasa dari Balai Bahasa NTB, menyajikan materi secara interaktif. Kasman fokus pada aspek tata bahasa, tanda baca, hingga fungsi frasa, sedangkan Zamzam membahas penggunaan pilihan kata baku dan tidak baku, serta kontras antara bahasa lugas dan kiasan dalam konteks ilmiah dan populer.
Bimtek ini diharapkan menjadi pemicu perubahan dalam praktik berbahasa di instansi pemerintah dan media massa, sekaligus memperluas jejaring strategis dalam pemajuan bahasa negara.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait