Kedua pasal yang disangkakan dalam laporan polisi tersebut termasuk delik biasa, bukan delik aduan, sehingga, kata Sutrisno Azis, bahwa klien kami mengajukannya dalam bentuk laporan bukan pengaduan, karena bentuknya laporan maka masa daluarsa nya masih lama sekitar 12 tahun, menurut ketentuan pasal 78 KUHP.
"Berdasar alasan tersebut maka laporan klien kami ini secara formal masih dalam tenggat waktu yang ditentukan undang undang, berbeda dengan pengaduan yang tenggat waktunya lebih singkat sekitar 6 sampai 9 bulan berdasar ketentuan pasal 74 KUHP,"katanya.
Sutrisno Azis menyerahkan sepenuhnya kepada Polda NTB. Sehingga kami tidak akan menyinggung hal-hal yang berhubungan dengan materi perkara karena selain bertentangan dengan asas praduga tak bersalah juga perihal tersebut menjadi ranahnya penyidik.
"Kami percaya penyidik Polda NTB akan menangani laporan ini secara profesional dan transparan, apalagi klien kami ini seorang wanita yang harkat dan martabatnya perlu dilindungi oleh negara dan hukum di negeri ini,"ungkapnya.
Tim Penasihat Hukum Direktur RSUD Provinsi NTB Dr.Firzhal Arzhi Jiwantara, SH.MH.menganggap wajar terkait adanya laporan terhadap klien ke polisi oleh seorang pelapor yang berinisial UI. "Kami sebagai penasihat hukum dari pihak yang dilaporkan menaggapinya sebagai suatu hal yang biasa, yang tentunya merupakan kewajiban hukum kami untuk melaksanakan atau menjalankan profesi sebagaimana yang termuat dalam suatu surat kuasa. Merupakan hal yang sama juga dari pihak pelapor yang telah memberikan kuasa pendampingan kepada beberapa advokat yang ditunjuk berdasarkan surat kuasa yang ada adalah merupakaan hak dari pihak pelapor, jadi siapapun yang menjadi subyek hukum dalam rangka pendampingan atas klien masing-masing adalah merupakan suatu hal yang lazim antar sesama rekan tentu wajib untuk saling menghargai dan menghormati," ungkapnya. Firzhal menambahkan bahwa intinya terlepas adanya keberatan dari pihak yang keberatan baik itu dalam bentuk laporan maupun dalam bentuk pengaduan semuanya dalam rangka melaksanakan aktivitas hukum yang harus untuk kita saling menghormati dan menghargai, lebih-lebih dalam kontek hukum pidana sudah tentu azas praduga tak bersalah atau presumtion of innocence haruslah diindahkan.
"Terhadap laporan pelapor kami sangat menghargai, silahkan siapapun kita sebagai warga negara Indonesia dengan seluas-luasnya berdasarkan persoalan atau permasalahan yang ada pada dirinya untuk melakukan upaya hukum yang menurutnya dapat melindungi dirinya sebagai bentuk perlindungan hukum atas persoalan yang dihadapinya,"tegasnya.
Firzhal menyebut berdasarkan hukum yang berlaku tidak ada batasan perbedaan jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan semuanya mempunyai hak yang sama untuk melakukan upaya hukum yang dinginkannya baik yang berkaitan dengan PTUN, perdata maupun pidana, atau apapun bentuknya, justru upaya hukum yang berdasarkan hukum sangat dibenarkan oleh hukum yang berlaku.
"Jadi sama sekali kami sebagai team penasihat hukum terlapor tidak mungkin menghambat atau melarang pihak yang merasa ingin melapor atas persoalan dirinya, pada prinsipnya kami akan melaksanakan fungsi dan tugas kami sebagai seorang Advokat yang melaksanakan profesinya berdasarkan surat kuasa yang ada,"ungkapnya.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait