Direktur Mi6: Penjabat Kepala Daerah di Kontestasi Pilkada Serentak NTB 2024 Bisa Berlaku Fair

Didu kemudian mengutip data KPU untuk Pemilu 2019 , jumlah pemilih muda mencapai 70 - 80 juta juwa dari 193 juta pemilih. Ini artinya 35 % - 40 % pemilih muda/milenial mempunyai kekuatan besar dalam mempengaruhi jumlah perolehan suara para konstestan.
"Maka tak heran , dalam Pilkada serentak di NTB 2024 mendatang, anak muda/ milenial kreatif banyak terlibat dalam strategi kampanye dengan menggunakan berbagai platform media sosial seperti facebook, instalgram, tik tok dan sejenisnya dalam memback up paslon yang di endors," ujar pria mantan Eksekutif Daerah Walhi NTB ini.
Kombinasi Vote Getter Milenial dan Generasi LamaDidu menggarisbawahi keterlibatan milenial dan generasi Z di Pilkada NTB akan menjadi tantangan tersendiri bagi *vote getter generasi lama* yang masih mengandalkan daya tawar politik patron klien karena semata-mata kekuatan status sosial dan citra baik yang dimilikinya.
"Seiring dengan perkembangan jaman dan tehnologi 4.0 tentu terjadi pergeseran cara pandang dan persepsi votters dalam meraih dukungan suara dengan *metode konvensional* yakni mengandalkan vote getter dari sisi ketokohan.
Untuk Pilkada 2024 perlu dikombinasikan dengan memanfaatkan sentuhan tehnologi informasi yang akrab dengan kaum milenial dan generasi Z," ulas didu.
Didu melanjutkan kekuatan karakter berpolitik milenial dan generasi Z umumnya lebih mengedepankan pada faktor *moral hazard* yakni mereka lebih mempercayai insting hitam putih dalam menilai paslon , tidak semata-mata Kepentingan Politik atau interest lainnya.
"Disinilah letak pertarungan image sesungguhan antara vote getter milenial/ generasi Z vs Vote Getter lama dlm mendulum perolehan suara yang berbeda ceruknya," imbuhnya.
Editor : Purnawarman