Banjir, Kapitalisme Petani dan Ketimpangan Politik Ekologi di NTB

Tim iNews.id
Dr Alfisahrin. istimewa

Salah satunya melalui pengawasa kontinyu, kekuasaan harus hadir menjelma di ladang-ladang petani, di hutan tempat petani bekerja dan dinas-dinas yang mengurus urusan hutan dan petani. Bupati punya kendali penuh atas TNI, kepolisian, satuan Pol-PP sebagai state apparatus meminjam istilah Lois Althusser untuk mengatur dan mendisiplinkan warga agar tidak merambah hutan.

Di era orde baru petani tertib dan terkendali tidak ada yang berani berladang liar karena bupati mengerahkan TNI untuk berpatroli bahkan menindak tegas peladang liar hingga meringkuk dipenjara. Kini, terbalik bupati jarang turun bertemu menemui petani, dialog dengan petani dan mengurus serius urusan keluhan petani.

Semua kini berubah karena alasan populisme politik, bupati takut ambil tindakan hukum tegas kepada petani yang berladang liar, merusak hutan dan merusak lingkungan melalui alih fungsi hutan jadi lahan jagung. Pembabatan hutan terjadi telanjang di depan mata kekuasaan seperti di Soromandi, Donggo, Parado, Sanggar dan Tambora.

DPR tidak ada yang berani bicara mereka asik duduk manis terima gaji, terima honor, pokir dan pelesiran kemana-mana  tetapi ciut nyali bicara hutan rusak di NTB. Satu alasan yang membuat banyak DPR  memilih bungkam dibanding harus bicara tegas dan lugas tentang hutan yang rusak dan banjir musiman yang datang yaitu takut ‘tidak dipilih petani’.

Sebuah praktik populisme demokrasi yang membunuh nalar sehat, akal budi dan nurani kekuasaan. Secara historis saya masih ingat betul tentang ritual petani di masa kecil, ketika hujan datang petani menfasirkannya sebagai ‘keberkahan dan restu langit pada bumi’, awal hujan adalah tanda benih kehidupan ditabur, rumput di kebun dan ladang  menghijau, dan tunas-tunas kuncup pohon bermunculan. 

Namun, kini makna hujan sudah berbeda bukan lagi berkah dan kemurahan Tuhan tetapi tanda bahaya bahwa petaka telah tiba. Rumah-rumah akan menjadi sungai, jalan-jalan akan tergenang, sekolah dan jembatan akan roboh dan harta pusaka akan seringkali hanyut dibawa banjir.



Editor : Purnawarman

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 4

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network