Dr. Alfisahrin, M.Si
Dosen Universitas Bima Internasional-MFH dan Staf ahli di DPD RI
Dalam Risk Society, Towards a New Modernity Urlich Beck (1986) menyatakan bahwa masyarakat modern kini tidak hanya berorientasi pada produksi kekayaan,tetapi juga produksi resiko. Resiko ini lahir dari kapitalisme dan modernisasi yang memicu degradasi lingkungan, ketimpangan sosial, krisis pangan dan perubahan iklim.
Klain Urlich cukup relevan secara politik dengan krisis ekologi seperti banjir yang melanda dan merendam banyak wilayah di NTB bukan semata soal rusaknya daya dukung lingkungan tetapi juga potret disfungsi kebijakan kekuasaan. Sering curah hujan menjadi kambing hitam, otoritas dan kewenangan antara kabupaten dan Provinsi menjadi alasan bupati juga wali kota lepas tangan.
Seringkali kebiasaan saling melempar tanggungjawab dan cuci tangan terhadap bencana banjir di NTB menjadi cara ampuh bangun alibi pejabat dalam menutupi gagalnya kekuasaan berfungsi sebagai metode pendisiplinan perilaku publik meminjam istilah Foucault. Walhi NTB (2024) mencatat bahwa kerusakan hutan akibat pertanian jagung di wilayah Kabupaten Bima dan Dompu sekitar 30.000ha dari hutan seluas 250.000ha, 167.000ha telah rusak beralih fungsi menjadi lahan jagung.
Saya pikir situasi ini, sudah kritis dan darurat sehingga pejabat jangan melulu memahami porsi kekuasaan dan otoritas hanya pada konteks hierarki hubungan kekuasaan kabupaten dan provinsi. Cara pandang politik ini terlalu ortodoks dan formalistik hanya bersifat atas bawah, dan kanonik artinya hanya menekankan perhatian pada siapa yang paling bewenang, paling berkuasa dan paling bertanggungjawab dalam mengurus kelestarian hutan di NTB.
Menurut saya yang diperlukan di tengah terjangan banjir, luapan air, kerugian materi dan kerusakan infrastuktur akibat terjangan banjir adalah mengubah mind set kekuasaan dan perlikau sosial publik dalam memandang alam sekitarnya. Pemerintah daerah perlu membalikan definisi kekuasaan dan otoritas secara fundamental-paradigmatik artinya, bupati jangan semata-mata menyerahkan urusan pengelolaan hutan hanya pada otoritas gubernur.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait
