Uang, Ekonomi, dan Perdamaian: Pelajaran dari Konflik Israel-Palestina

Tim iNews Lombok
Edo Segara Gustanto. Istimewa

Larangan terhadap riba dan eksploitasi bukanlah bentuk pembatasan kebebasan, melainkan upaya menjaga agar ekonomi tidak berubah menjadi alat penindasan. Ekonomi yang berkeadilan menciptakan ketenangan sosial, menghilangkan rasa dengki, dan menumbuhkan solidaritas.

Dalam konteks Palestina, prinsip ini menjadi semakin relevan. Ketimpangan ekonomi global, di mana sebagian besar kekayaan dunia dikuasai segelintir korporasi, berdampak pada politik dan kemanusiaan. Ketika ekonomi digunakan untuk menguasai, perdamaian menjadi mustahil. Tetapi ketika ekonomi dijadikan sarana untuk berbagi, maka ia menjadi pintu masuk bagi keadilan yang lebih luas.

Islam menawarkan konsep ekonomi berbasis keberkahan: uang yang berputar dan memberi manfaat. Kesejahteraan bukan diukur dari akumulasi, tetapi dari seberapa besar nilai yang mampu dihasilkan bagi kemaslahatan bersama.

Solidaritas Ekonomi sebagai Bahasa Perdamaian

Gerakan boikot produk pro-Israel yang meluas di dunia digital menjadi fenomena menarik. Ia bukan sekadar ajakan menolak konsumsi, melainkan bentuk perlawanan moral tanpa kekerasan. Boikot menjadi bahasa solidaritas baru, di mana konsumen berperan aktif menolak sistem ekonomi yang menopang ketidakadilan.

Fenomena ini menunjukkan bahwa ekonomi bukan hanya ranah transaksi, tetapi juga ruang ekspresi nilai dan etika. Uang menjadi bentuk suara: setiap rupiah yang dikeluarkan atau ditahan membawa pesan moral. Dalam konteks ini, uang bisa menjadi alat perdamaian, ketika diarahkan untuk mendukung keadilan dan kemanusiaan.

Solidaritas ekonomi global terhadap Palestina memperlihatkan bahwa kesadaran kemanusiaan tidak lagi dibatasi oleh batas geografis atau agama. Ia tumbuh dari empati, dari keyakinan bahwa penderitaan di satu tempat adalah cermin luka bagi dunia.

Namun, solidaritas ini harus melampaui seruan emosional. Ia perlu diwujudkan dalam ekonomi yang beretika, transparan, dan memberdayakan, baik dalam skala lokal maupun global. Karena perdamaian sejati tidak cukup ditegakkan di meja perundingan; ia harus hidup dalam sistem ekonomi yang menjunjung martabat manusia.

Pada akhirnya, perdamaian tidak lahir dari meja perundingan, tetapi dari rasa adil dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam sistem ekonomi. Ketika uang digunakan untuk memberdayakan, bukan menindas, maka ia menjadi sarana kemanusiaan yang paling nyata.

Karena itu, tugas kita bukan sekadar menolak perang, melainkan mengubah arah aliran ekonomi agar berpihak pada mereka yang tertindas. Sebab perdamaian sejati bukan ketiadaan konflik, melainkan hadirnya keadilan yang dirasakan bersama.

 

Editor : Purnawarman

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network