Kontroversi Pilrek Unram 2025: Kuasa Hukum Prof Hamsu Kadriyan Sebut Ada Upaya Penjegalan

Purnawarman
Kuasa Hukum Prof Hamsu, Ainudin (tengah). iNewsLombok.id

LOMBOK, iNewsLombok.id – Menjelang Pemilihan Rektor Universitas Mataram (Unram) periode 2025–2029, muncul polemik terkait sanksi etik yang menyeret nama Prof. Hamsu Kadriyan, salah satu calon kuat yang disebut akan maju dalam bursa rektor. Prof. Hamsu, Guru Besar Fakultas Kedokteran, mengaku tidak pernah merasa melakukan pelanggaran etik seperti yang dituduhkan.

Kuasa hukumnya, Dr. Ainuddin, menduga adanya upaya sistematis untuk menjegal langkah kliennya.

“Kami melihat ada indikasi upaya penjegalan oleh rektor terhadap Prof. Hamsu. Rektor sudah keluar dari koridor hukum administrasi yang seharusnya dijalankan dengan baik dan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik,” tegasnya, Kamis (16/10).

Nama Dicoret dari Senat, SK Etik Muncul Mendadak

Polemik bermula saat nama Prof. Hamsu tidak dicantumkan dalam daftar pelantikan anggota Senat Universitas pada 7 Oktober 2025, meskipun ia telah diusulkan secara resmi oleh dekan fakultas.

Menurut kuasa hukum, tidak ada pemberitahuan resmi atau berita acara penolakan.

“Tanpa ada berita acara penolakan atau pemberitahuan administratif, tiba-tiba nama klien kami hilang dari daftar senat. Ironisnya, sebelum pelantikan, Prof. Hamsu ditelepon dan diberitahu bahwa ia punya putusan etik,” kata Ainuddin.

SK tersebut disebut ditandatangani pada 3 Oktober 2025, namun baru disampaikan melalui satpam pada 15 Oktober.

Dugaan Intervensi dan Tekanan Politik Kampus

Ainuddin mengungkap adanya tekanan langsung dari rektor agar Prof. Hamsu tidak mencalonkan diri.

“Rektor beberapa kali menelpon dan memanggil langsung Prof. Hamsu, menyampaikan secara pribadi agar tidak maju dalam pemilihan. Padahal mencalonkan diri adalah hak setiap dosen,” ujarnya.

Lebih jauh, ia menilai regulasi etik ini sengaja diterbitkan menjelang penutupan masa pendaftaran bakal calon rektor, sehingga Prof. Hamsu tidak memiliki waktu cukup untuk mengajukan keberatan.

Proses Etik Dinilai Tidak Transparan

Saat diminta salinan SK etik, rektor disebut hanya menjawab,

“Hanya saya dan Tuhan yang tahu.”

Pernyataan tersebut semakin memperkuat dugaan tidak transparan dalam proses penjatuhan sanksi. Tim hukum juga mempertanyakan legalitas SK, yang ditandatangani mantan Rektor Prof. Husni, padahal dugaan pelanggaran hanya terkait penandatanganan berkas administratif DUPAK (Daftar Usul Penetapan Angka Kredit).

SPI (Satuan Pengawas Internal) bahkan menggunakan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen dalam surat pemeriksaan—langkah yang menurut kuasa hukum keliru, karena perkara ini bersifat administratif, bukan pidana.

Langkah Hukum dan Pengaduan ke Ombudsman

Pihak Prof. Hamsu telah melayangkan surat keberatan pada 10 dan 13 Oktober, serta meminta salinan SK yang tak kunjung diberikan. Pengaduan resmi juga diajukan ke Ombudsman RI dan rencana dilanjutkan ke Kemendikbudristek untuk audit kepatuhan administrasi.

“Kami menolak segala bentuk ketidakadilan. Kami menuntut asas keadilan, transparansi, dan kepastian hukum ditegakkan. Jangan sampai hak konstitusional Prof. Hamsu sebagai warga akademik dibungkam hanya karena politik kampus,” tegas Ainuddin.

Pilrek Unram 2025 diperkirakan berlangsung pada 27 Oktober, menjelang masa akhir pendaftaran.

Dukungan terhadap Prof. Hamsu disebut kuat dari lingkungan akademik Fakultas Kedokteran dan alumni.

Kasus ini menyoroti isu serius mengenai demokrasi kampus, integritas senat, dan independensi rektorat di perguruan tinggi negeri.

Editor : Purnawarman

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network