GIa meminta Gubernur NTB menjelaskan beberapa hal penting:
Bagaimana mekanisme penggunaan BTT yang dijalankan melalui Perkada?
Apakah sesuai dengan ketentuan PP 12/2019?
Bagaimana rincian penggunaan BTT, baik yang dibebankan langsung maupun yang digeser ke masing-masing OPD?
Apa dasar hukum dan urgensi dari pergeseran BTT dalam jumlah yang sangat besar?
Langkah apa yang dilakukan Pemprov NTB untuk memperkuat transparansi dan pengawasan penggunaan BTT agar tetap akuntabel?
“Fraksi PPR merekomendasikan agar ke depan, mekanisme pengawasan BTT diperketat sehingga tidak menyimpang dari prinsip akuntabilitas,” tambah Made.
Dorongan Laporan Terbuka dari Pemprov NTB
Made menekankan bahwa pemerintah daerah harus menyajikan laporan penggunaan BTT secara transparan, baik melalui pembebanan langsung maupun alokasi ke OPD. “Hal ini penting agar sesuai dengan PP Nomor 12 Tahun 2019,” jelasnya.
BTT (Belanja Tidak Terduga) adalah pos anggaran yang disediakan untuk kebutuhan mendesak seperti penanggulangan bencana, krisis kesehatan, hingga keadaan darurat sosial-ekonomi.
Di NTB, BTT pada 2025 banyak dipakai untuk penanganan kebakaran hutan, banjir, serta dukungan sosial pasca-bencana.
Penggunaan BTT menjadi sorotan publik karena anggarannya besar, namun pelaporannya seringkali tidak detail.
DPRD NTB berkomitmen memperketat pengawasan agar tidak ada penyalahgunaan yang melenceng dari aturan.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait