Namun dalam praktiknya, beberapa bank syariah justru terjebak dalam afiliasi yang terlalu kuat dengan ormas keagamaan tertentu atau bahkan dengan partai politik. Kondisi ini menimbulkan berbagai konsekuensi negatif.
Beberapa konsekuensi tersebut di antaranya adalah: Pertama, terjadi erosi kepercayaan publik, terutama dari masyarakat yang merasa tidak terwakili secara ideologis atau politis. Kedua, bank syariah berisiko menjadi alat mobilisasi kekuatan ekonomi untuk kepentingan kelompok tertentu, mengaburkan misi utamanya sebagai lembaga keuangan umat.
Ketiga, potensi konflik kepentingan meningkat, terutama jika pengangkatan pejabat bank lebih didasarkan pada kedekatan afiliasi daripada kapabilitas profesional. Semua ini pada akhirnya mengancam integritas dan keberlanjutan bank syariah itu sendiri.
Maqashid Syariah dalam Perbankan
Dalam perspektif maqashid syariah, bank syariah memiliki tanggung jawab yang jauh melampaui sekadar fungsi ekonomi. Salah satu tujuan utama syariah adalah menjaga harta (hifzhul mal), yang berarti memastikan bahwa pengelolaan dan distribusi kekayaan dilakukan secara adil, transparan, dan bertanggung jawab.
Bank syariah juga seharusnya berperan dalam meningkatkan kesejahteraan umat serta mendukung terciptanya keadilan sosial di tengah masyarakat. Dengan demikian, keberadaan bank syariah tidak hanya penting secara ekonomi, tetapi juga secara moral dan sosial.
Idealisme maqashid syariah ini terdistorsi ketika bank syariah lebih mengutamakan afiliasi ideologis atau kepentingan politik tertentu. Ketika loyalitas institusi lebih condong pada kelompok atau partai tertentu, maka misi keadilan ekonomi yang seharusnya menjadi poros operasionalnya justru terpinggirkan.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait