"Kami telah mengambil sampel air laut dan gumpalan tersebut untuk ianalisa lebih lanjut di laboratorium. Namun untuk kesimpulan apa penyebab pasti dari fenomena tersebut baru bisa diketahui secara pasti setelah ada hasil dari laboratorium," jelasnya.
Lebih jauh dikatakan Suryadin, permukaan air yang berubah cokelat terjadi di Teluk Bima tersebut lebih menjurus ke "Sea snot", suatu lendir laut atau ingus laut. Itu merupakan sekumpulan organisme mirip mukus yang ditemukan di laut.
"Sifatnya mirip gelatin dan krim. Umumnya tak berbahaya, namun dapat mengandung virus dan bakteria, termasuk E. coli," kata dia.
Lendir laut, katanya, sering muncul di Laut Tengah dan baru-baru ini menyebar ke Laut Marmara Turki. Salah satu penyebabnya karena pemanasan global, juga banyaknya buangan limbah tanpa pengolahan terlebih dahulu yang terakumulasi selama ini menuju Teluk Bima serta akibat naiknya temperatur air laut.
"Kerusakan tersebut berdampak jangka panjang pada biota laut seperti ikan yang mati dan kesehatan manusia. Oleh karena itu semua pihak diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata bagi pemulihan lingkungan Teluk Bima," pungkasnya.
Editor : Dewi Ayu Tri Anjani