Kemendagri Evaluasi RAPBD NTB 2026: Penyusunan KUA–PPAS Tak Tepat Waktu hingga Mobil Listrik
LOMBOK, iNewsLombok.id – Juru Bicara Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB, Sambirang Ahmadi, menjelaskan bahwa hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) APBD NTB 2026 pada prinsipnya menyatakan RAPBD dapat dilanjutkan, namun wajib dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.
Evaluasi tersebut dituangkan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 900.1.1-6180 Tahun 2025 tertanggal 19 Desember 2025, yang juga mencakup evaluasi Rancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD 2026.
“Evaluasi ini bertujuan memastikan kesesuaian RAPBD dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, serta keselarasan dengan dokumen perencanaan dan penganggaran daerah,” ujar Sambirang saat rapat paripurna DPRD NTB, Minggu (28/12/2025).
Sambirang mengungkapkan, Kemendagri secara tegas menyoroti ketidaksesuaian sebagian tahapan dan jadwal penyusunan APBD, terutama pada proses penyusunan KUA dan PPAS yang tidak sepenuhnya mengikuti batas waktu nasional.
“Kemendagri menyoroti ketidaksesuaian sebagian tahapan dan jadwal penyusunan APBD, khususnya pada proses penyusunan KUA dan PPAS yang tidak sepenuhnya mengikuti batas waktu yang telah ditetapkan secara nasional,” tegasnya.
Kondisi tersebut dinilai berpotensi menurunkan kualitas perencanaan dan menjadi catatan penting agar Pemprov NTB lebih disiplin mengikuti siklus perencanaan dan penganggaran sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014, PP Nomor 12 Tahun 2019, serta Permendagri Nomor 77 Tahun 2020.
“Kepala daerah menyampaikan rancangan KUA dan PPAS kepada DPRD paling lambat minggu kedua bulan Juli. Tahapan ini diatur jelas dalam Pasal 89, 90, dan 91 PP Nomor 12 Tahun 2019,” jelas Sambirang.
Dari sisi pendapatan, Kemendagri menekankan pentingnya kehati-hatian dan rasionalitas dalam menetapkan target Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Target PAD APBD 2026 dinilai perlu disesuaikan dengan potensi riil dan tren realisasi beberapa tahun terakhir, agar tidak terjadi over-estimasi yang dapat menimbulkan tekanan fiskal,” ujarnya.
Ia menambahkan, peningkatan pendapatan daerah harus ditopang oleh perbaikan sistem, basis data wajib pajak, serta peningkatan kepatuhan, bukan sekadar menaikkan target.
“Peningkatan pendapatan daerah diharapkan tidak hanya bergantung pada kenaikan target, tetapi ditopang oleh perbaikan sistem dan tata kelola,” ungkapnya.
Kemendagri juga mengingatkan agar struktur belanja APBD 2026 lebih berorientasi pada belanja wajib, mandatory spending, dan pemenuhan standar pelayanan minimal.
“Belanja daerah tidak boleh berbasis pemerataan antar-perangkat daerah, melainkan harus berbasis prioritas pembangunan dan kinerja, serta memberikan dampak nyata bagi pelayanan publik,” tegas Sambirang.
Perhatian khusus juga diberikan pada pengelolaan pajak rokok dan pendanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) agar sesuai ketentuan dan terhindar dari sanksi administratif.
Kemendagri menegaskan seluruh hasil evaluasi wajib ditindaklanjuti secara serius dan konsisten.
“Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti, maka dapat dikenakan sanksi berupa penundaan atau pemotongan dana transfer ke daerah,” terangnya.
Setelah pembahasan mendalam, Badan Anggaran DPRD NTB menyampaikan sembilan catatan strategis, di antaranya:
APBD 2026 menjadi krusial karena disusun pada masa transisi kepemimpinan nasional dan daerah, sehingga ketepatan perencanaan fiskal dinilai sangat menentukan stabilitas pembangunan dan keberlanjutan program strategis Pemprov NTB ke depan.
Editor : Purnawarman