Menkeu Purbaya Kritik Cukai Rokok 57 Persen: Tinggi Amat, Firaun Lu?
Menurutnya, langkah semacam itu adalah bentuk kebijakan yang tidak bertanggung jawab. "Kalau gitu nanti kita lihat selama kita nggak bisa punya program yang bisa menyerap tenaga kerja yang nganggur, industri itu nggak boleh dibunuh," lanjutnya.
Sebagai tindak lanjut, Purbaya berencana mengunjungi Jawa Timur, salah satu daerah dengan konsentrasi pabrik rokok terbesar di Indonesia.
Ia ingin berdialog langsung dengan para pelaku industri, mulai dari pabrikan hingga pekerja linting manual, untuk menyerap aspirasi.
Selain itu, ia menekankan pemerintah tidak boleh membiarkan industri rokok dilemahkan oleh peredaran rokok ilegal dan palsu yang kini marak dipasarkan, termasuk melalui platform daring.
"Gak fair kan kita narik ratusan triliun pajak dari rokok, sementara mereka nggak dilindungin marketnya," ungkapnya.
Purbaya menyebut akan memerintahkan jajarannya memperkuat pengawasan dan penindakan terhadap rokok ilegal. Ia menegaskan, melindungi pasar resmi merupakan bentuk keadilan bagi industri yang selama ini menyumbang pajak besar bagi negara.
"Di sana kerja, di sini dibunuh. Itu kan sama aja mendingan gue hidupin yang sini, sana tuh penuh, kira-kira begitu kita akan lihat ke arah sana," pungkas Purbaya.
Industri rokok menyerap lebih dari 5 juta tenaga kerja di Indonesia, baik langsung maupun tidak langsung, mulai dari petani tembakau, pekerja pabrik, hingga sektor distribusi.
Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau mencapai Rp230 triliun pada tahun 2024, menjadikannya salah satu penyumbang terbesar APBN.
Meski demikian, pemerintah juga menghadapi tekanan untuk menekan angka perokok usia dini dan beban kesehatan masyarakat akibat konsumsi rokok.
Komite Nasional Pengendalian Tembakau sebelumnya mendesak agar kebijakan cukai tetap konsisten dengan tujuan pengendalian konsumsi.
Editor : Purnawarman