Dijelaskan, tersangka AS, yang sebelumnya telah lebih dulu ditetapkan, berperan sebagai pengatur utama dalam proyek ini. Sejak awal proses pengadaan, AS sudah menjalin komunikasi dengan tersangka S, LA, dan MJ, untuk menyusun strategi pemenangan tender.
“Tersangka AS bersama yang lain telah bersepakat menentukan perusahaan mana yang akan digunakan, termasuk menyiapkan link perusahaan di aplikasi e-katalog untuk dipilih sebagai penyedia,”papar Ugik.
Skema tersebut memungkinkan beberapa perusahaan “titipan” muncul dalam daftar e-katalog agar bisa diklik sebagai pemenang oleh pihak tertentu yang sudah diarahkan sebelumnya.
Distribusi Chromebook dan Imbalan Fee
Proyek pengadaan ini menyalurkan 4.320 unit Chromebook ke 282 Sekolah Dasar di 21 kecamatan se-Kabupaten Lombok Timur. Adapun merek perangkat yang dipasok adalah Axioo, Advan, dan Acer.
Namun, berdasarkan hasil penyidikan, pengadaan tersebut sarat dengan rekayasa dan pelanggaran prinsip transparansi dan etika pengadaan barang/jasa pemerintah.
“Dari hasil pengaturan pemenang itu, para pelaku sengaja melanggar prinsip pengadaan demi mendapatkan imbalan atau fee dari tersangka LH,”jelas Ugik.
Fee tersebut diduga dibagikan kepada beberapa pihak yang terlibat, termasuk tersangka MJ dan S, sebagai balasan atas pengkondisian pemenang proyek di aplikasi e-katalog.
Proses Hukum dan Penahanan
Kejaksaan menjerat para tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ancaman hukuman dalam pasal ini adalah minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun, dengan denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
“Untuk kepentingan penyidikan, tersangka LH ditahan di Rutan Selong, sementara tersangka LA ditahan di Rutan Lapas Perempuan Kelas III Mataram selama 20 hari ke depan,”tambah Ugik.
Tindak Lanjut dan Rencana Kejaksaan
Kejaksaan Negeri Lombok Timur memastikan bahwa penyidikan kasus ini belum berhenti. Tim penyidik masih mendalami kemungkinan adanya tersangka baru, termasuk pejabat dinas yang berpotensi ikut terlibat dalam persekongkolan proyek tersebut.
Selain itu, kejaksaan juga tengah menelusuri aliran dana fee proyek, baik ke rekening pribadi maupun perusahaan, untuk memastikan transparansi dalam penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) pendidikan tahun 2022.
Kasus ini menjadi salah satu prioritas penegakan hukum Kejari Lombok Timur tahun 2025, mengingat dampaknya langsung terhadap sektor pendidikan dan kredibilitas pengelolaan anggaran daerah.
Kasus korupsi pengadaan Chromebook senilai Rp32,4 miliar ini menunjukkan masih lemahnya pengawasan terhadap penggunaan anggaran pendidikan berbasis teknologi di daerah.
Kejari Lombok Timur menegaskan komitmennya untuk menuntaskan perkara ini hingga ke akar-akarnya demi menjaga kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di NTB.
“Kita pastikan semua pihak yang terlibat akan diproses secara hukum tanpa pandang bulu,”tegas Ugik Ramantyo.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait
