Baginya PWI harus menjaga dan memelihara harkat dan martabat bangsa adalah nomor satu. Apalah artinya jurnalisme kalau itu hanya memuaskan nafsu kelompok, golongan, kepentingan, yang bertentangan dengan kehidupan bangsa? Apalah artinya kita memproduksi karya jurnalistik yang mengoyak-ngoyak, meluluh-lantakkan, mempermalukan bangsa sendiri di hadapan bangsa-bangsa lain? Anggota PWI wajib memahami kontrol sosial, mengetahui dan melakukan kontrol atas kekuasaan yang cenderung rusak (corrupt), tetapi kita ini Indonesia dengan nilai-nilai kearifan budaya yang tinggi, kita memiliki cara yang solutif, bukan destruktif.
Di tengah gelombang tsunami informasi yang membuat banyak anggota masyarakat terombang-ambing, kehadiran karya jurnalistik wartawan yang jelas ideologi dan profesionalismenya sangatlah penting. Di sanalah PWI harus hadir, berperan, dan ikut menentukan arah dan masa depan bangsa.
Berani bersikap, berani bersuara, berani diskusi dalam mencari jalan keluar, karena untuk itulah tujuan dari berdirinya PWI 77 tahun yang lalu. PWI adalah salah satu tonggak yang berjuang habis-habisan mempertahankan eksistensi republik ini, dan peran itu harus tetap kita jaga, sebagai penghormatan kepada para pendiri PWI.
Tantangan PWI ke depan semakin berat karena anggotanya sebagian besar adalah wartawan cetak, meskipun sebagian besar sudah bermigrasi ke media siber, atau melakukan keduanya sekaligus. Hidup tidak lagi mudah bagi media cetak karena perubahan perilaku masyarakat dalam mencari informasi, semakin tidak ramah dengan lingkungan dan gaya hidup generasi muda, dan tidak lagi dinilai penting oleh lembaga, perusahaan, yang ingin menampilkan produk ataupun citra diri.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait