get app
inews
Aa Text
Read Next : Rektor UGR Dr. Basri Mulyani Sebut Wacana Kampus Dapat Izin Tambang adalah Jebakan

Pakar Hukum: Kasus Amaq Sinta Tujuan Akhirnya Bukan untuk Membunuh tetapi Membela Diri

Kamis, 14 April 2022 | 06:31 WIB
header img
Dekan Fakultas UGR dan Pakar Hukum, Basri Mulyani, SH, MH (Foto: Istimewa)

MATARAM, iNewsLombok.id - Penahanan tersangka Amaq Sinta setelah berusaha membela diri dari serangan begal yang mengakibatkan 2 pelaku begal tewas ditangguhkan oleh Polres Lombok Tengah.

Meski demikian status tersangka belum dilepaskan  tetap saja menjadi pertanyaan publik sehingga kebijakan aparat kepolisian ini tetap menjadi pertanyaan besar.

Viralnya kasus ini di media sosial diketahui mendorong sejumlah LSM turun menyuarakan keadilan untuk Amaq Sinta. Masyarakat ramai ramai bersuara di medsos yang seolah kebingungan melihat kenyataan proses hukum menetapkan korban jadi tersangka.

Masyarakat umumnya berpandangan Amaq Sinta telah membela diri bahkan menjadi korban pembegalan. Hanya dalam proses bela diri tersebut pelaku pembegalan terbunuh.

Lalu bagaimana pandangan pakar hukum terhadap kasus seperti ini ? Basri Mulyani, Dekan Fakultas Hukum Universitas Gunung Rinjani (UGR) Lombok Timur angkat bicara mengenai kasus ini.

Menurutnya memang benar tindak pidana yang mengakibatkan kematian termasuk ke dalam kejahatan yang sangat berat, karena telah mengakibatkan hilangnya hak hidup bagi seseorang.

KUHP menjelaskan tentang tindak pidana yang mengakibatkan kematian dimana tindak pidana ini tergolong kedalam kejahatan terhadap nyawa, maka ini dapat dilihat dari unsur kesengajaan suatu perbuatan yang terbagi menjadi beberapa jenis menurut unsur kesengajaan baik dengan sengaja maupun tidak sengaja, karena jika dilakukan dengan sengaja termasuk kedalam Pasal 338 KUHP mengenai pembunuhan atau Pasal 351 ayat (3) KUHP mengenai penganiyaan yang mengakibatkan kematian.

Pasal tersebut sepertinya yang diterapkan kepada Amaq Sinta selaku tersangka akibat perbuatannya yang membela diri dari pelaku Begal dijalan Raya ganti pada malam tanggal 10 April 2022 lalu. Ia menjelaskan bahwa, dalam hukum pidana terdapat istilah noodweer atau alasan pemaaf.

Hal itu tercantum dalam pasal 49 KUHP yang mengatur bahwa seseorang yang melakukan pembelaan terpaksa tidak dikenai pidana. Pembelaan terpaksa sebagai alasan penghapus pidana pada pasal 49 KUHP Pidana ayat 1 dan 2.

“Perkataan ‘nood’ artinya ‘darurat’, sedangkan perkataan ‘weer’ artinya ‘pembelaan’, hingga secara harfiah perkataan ‘noodweer’ itu dapat diartikan sebagai suatu pembelaan yang dilakukan di dalam keadaan darurat” jelas Basri Mulyani.

Selanjutnya ia menerangkan, dalam KUHP terdapat alasan penghapusan pidana.

Teori tersebut menjelaskan beberapa alasan yang dapat dijadikan dasar untuk tidak menjatuhkan hukuman atau pidana kepada pelaku yang melakukan tindak pidana.

Alasan-alasan yang menghapuskan pidana ini dibedakan menjadi: 1. Alasan Pembenar; 2. Alasan Pemaaf; 3. Alasan Penghapus Penuntutan.

“Mengenai alasan penghapus pidana yang meliputi alasan pembenar dan alasan pemaaf maka hapusnya sifat melawan hukum berkaitan dengan adanya alasan pembenar, yaitu alasan yang menghilangkan sifat melawan hukum dari perbuatan yang telah memenuhi delik pidana namun pada kenyataanya tidak dipidana.” lanjutnya.

Alasan-alasan dalam alasan pembenar ini adalah:

1. Adanya peraturan perundang-undangan.

2. Pelaksanaan perintah jabatan yang sah.

3. Keadaan memaksa.

4. Pembelaan terpaksa. Pembelaan terpaksa adalah salah satu diantara alasan pembenar dimana ketentuannya diatur dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP.

*Bagaimana Dengan Pasal 48 KUHP terhadap kasus Amaq Sinta?*

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa kasus Amaq Sinta tersebut membunuh Begal karena membela diri, sehingga membunuh bukan dengan sengaja. Dalam ilmu hukum pidana dikenal pembelaan dalam keadaan darurat.

Syarat-syarat pembelaan darurat menurut yaitu:

1. Perbuatan yang dilakukan itu harus terpaksa dilakukan untuk mempertahankan (membela) dari serangan 4 orang pelaku Begal malam itu. Pertahanan itu harus amat perlu, boleh dikatakan tidak ada jalan lain. Di sini harus ada keseimbangan yang tertentu antara pembelaan yang dilakukan dengan serangannya. Untuk membela kepentingan yang tidak berarti misalnya, orang tidak boleh membunuh atau melukai orang lain.

2. Pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan hanya terhadap kepentingan-kepentingan yang disebut dalam pasal itu yaitu badan, kehormatan dan barang diri sendiri atau orang lain.

3. Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam dengan sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga.

“Kasus Amaq Sinta tujuan akhirnya bukan untuk membunuh tetapi untuk membela dirinya sendiri, karena dalam keadaan darurat seorang diri dari serangan 4 orang begal yang bersenjata. Pengadilan tempat akhir dari pembuktian ini, hanya saja hukum pidana kita sedikit sekali memberikan ruang perlindungan kepada korban lebih banyak perlindungan kepada pelaku tindak pidana,” tutupnya.

Editor : Purnawarman

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut