Matinya Ideologi Partai Politik di Indonesia
Dr. Alfisahrin, M.Si
DOSEN UNIVERSITAS BIMA INTERNATIONAL-MFH dan STAF AHLI DPD RI
SALAH satu persoalan pelik kontroversial dan menjadi polemik luas dalam demokrasi di Indonesia adalah soal rendahnya kepercayaan publik terhadap partai politik dan kadernya. Seringkali partai politik digambarkan sebagai biang kerok atas maraknya kasus korupsi, politik uang, dan suap yang terjadi di lembaga tinggi negara seperti di parlemen.
Partai politik dipandang tidak berkontribusi signifikan pada proses pembentukan pemilih rasional di setiap kali pemilu. Kontestasi pilpres yang menghabiskan dana 71, 3 triliun dan pilkada 27 triliun terbukti gagal menghadirkan pemimpin politik yang kompeten, handal, kredibel dan berintegritas tinggi.
Saya amati secara konsisten bahwa rata-rata partai politik di pusat dan daerah hanya aktif menjelang pemilu, pasca pemilu dan pilkada, setelahnya peran partai dipastikan banyak absen dalam isu-isu kritis fundamental publik dan ironisnya banyak program utama partai macet tidak berjalan.
Padahal, keberadaan partai politik adalah jantung demokrasi tempat gagasan dirumuskan, kepentingan publik ditampung, dan para pemimpin harus dilahirkan melalui proses seleksi yang rasional dan terbuka.
Namun, dalam konteks Indonesia, partai politik justru menjadi salah satu elemen paling krusial sekaligus paling problematik yang ikut menghambat perwujudan demokrasi. Kita bisa melihat bagaimana koalisi partai yang saling kontra di pemilu dapat seketika dibangun dengan cepat, cair, dan tanpa kesamaan landasan nilai yang kokoh, Saya pikir persoalan ini beririsan langsung dengan struktur di internal yang membelenggu partai seperti politik patronase, dorongan pragmatisme elektoral dan akomodasi kepentingan elite semakin mendominasi arena politik Indonesia.
Editor : Purnawarman