Kolonialisme Internal, Saat Negara Menjadi Penjajah di Rumah Sendiri
Dalam studi tentang post kolonial sebuah kajian tentang cara berpikir yang menganalisisi bagaimana kekuasaan kolonial tidak benar-benar hilang meskipun penjajahan formal sudah berakhir. Franz Fanon (1961) dalam The Wretched of the Earth menemukan bahwa kolonialisme menciptakan apa yang dinamakan inferiority complex yakni rasa rendah diri, mental budak dan inlander.
Dalam teori orientalisme Erward Said (1978) menegaskan bahwa projek orientalisme dan kolonialisme sejatinya adalah upaya sistematis barat mempertahankan dominasi intelektual, budaya dan superioritas politik. Ketika dunia berpikir bahwa kolonialisme telah benar-benar berakhir bersamaan dengan runtuhnya kekuasaan Barat di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
Bung karno jauh hari sudah mengingatkan bahwa perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah. Perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri. Seolah Bung Karno bisa menyingkap secara ekatologis tentang arah masa depan indonesia pasca merdeka dari penjajah belanda.
Ketakutan dan kecemasan Bung Karno pahlawan besar revolusi tersebut, rupanya sama sekali tidak meleset, elite ekonomi dan politik di Indonesia ramai-ramai berpesta pora dengan menggunakan otoritas kekuasaan legal yang dimiliki untuk memanipulasi aturan hukum demi ambil untung pribadi.
Sehingga menciptakan korosi sistem yang memicu terjadinya ketimpangan akses ekonomi, akses politik, dan akses hukum bagi rakyat kecil. Sementara elite kukuh menempatkan diri dalam posisi super-ordinat tetapi rakyat kecil tetap berada di bawah lapisan subordinat, persis sama dengan hierarki dan struktur kelas di era kolonial.
Meski, secara de Jure dan de facto Portugis, Spanyol, dan Belanda telah pergi jauh dari Indonesia namun warisan praktek kolonialisme di negara tetap tumbuh subur dan mengendap laten dalam struktur pemerintahan, politik, ekonomi dan kebudayaan. Hanya rupa, model dan tampilan yang dikemas dalam wajahnya yang baru.
Editor : Purnawarman