get app
inews
Aa Text
Read Next : Kontroversi Sister Hong MUA Lombok, Begini Penjelasan Deni Apriyadi

Konflik Agraria Melonjak 295 Kasus, Negara Diminta Hadir Melindungi Rakyat

Minggu, 16 November 2025 | 07:39 WIB
header img
Konflik Agraria Melonjak 295 Kasus, STN Desak Negara Hadir Melindungi Rakyat. Purnawarman/iNewsLombok.id

STN juga mencatat bahwa konflik agraria terus melonjak, mencapai 295 kasus sepanjang 2025, meliputi perselisihan dengan perusahaan besar hingga tumpang tindih administrasi pertanahan.

Rifai menilai maraknya konflik tersebut mengindikasikan lemahnya tata kelola agraria dan minimnya keberpihakan negara kepada masyarakat kecil.

Untuk mengakhiri dominasi serakahnomics, Rifai menyerukan transformasi besar-besaran dalam sistem ekonomi dan politik nasional. Ia menekankan pentingnya peningkatan kapasitas petani melalui pelatihan komoditas, penguatan pascapanen, strategi tunda jual, serta penyediaan akses modal dan teknologi melalui kolaborasi dengan bank-bank pemerintah.

Negara, katanya, harus hadir secara tegas untuk menghentikan praktik perampasan tanah dan korupsi yang bersifat struktural.

“Tanpa keberpihakan negara, petani dan nelayan akan terus tersisih di tanah mereka sendiri,” katanya.

Dalam penutup pidatonya, Rifai menyoroti bahwa pembangunan tidak boleh bertumpu semata pada pencapaian ekonomi makro.

Ia mengingatkan bahwa kebijakan pemerintah harus memastikan rakyat mendapatkan hak-hak dasarnya, mulai dari kedaulatan pangan, distribusi aset yang adil, hingga stabilitas harga kebutuhan pokok.

“Jika ingin keadilan tumbuh, mulailah dari desa, dari mereka yang menjaga pangan bangsa,” ungkapnya.

Dalam kesempatan tersebut hadir sejumlah tokoh penting, antara lain Ir. Zulham S. Koto, MBA (Praktisi Perkebunan dan Industri Turunan PT AGRINAS), Elland Yupa Sobhyatta (Analis Konservasi dan Rehabilitasi Wilayah Pesisir), Ayi Firdaus (perwakilan Dirjen Perhutanan Sosial), serta Rudi Rubijaya, S.P., M.Sc., Direktur Landreform Kementerian ATR/BPN.

Acara kemudian ditutup dengan penandatanganan komitmen bersama untuk memperkuat kedaulatan pangan dan percepatan reformasi agraria.

Kajian internal STN menunjukkan bahwa 67 persen petani kecil di Indonesia masih menggarap lahan kurang dari 0,5 hektare, membuat mereka sangat rentan terhadap fluktuasi harga pasar dan dominasi korporasi.

Dalam lima tahun terakhir, wilayah-wilayah konflik agraria tertinggi berada di Jawa Tengah, Sumatera Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.

Program reformasi agraria yang dicanangkan pemerintah masih terkendala verifikasi lahan dan sengketa batas wilayah.

STN mendorong pemerintah memperluas skema cluster farming untuk meningkatkan daya tawar petani dalam rantai pasok nasional.

Editor : Purnawarman

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut