Uniknya Tradisi Compo Sampari, Saat Anak Dompu Disematkan Keris Sebelum Dikhitan
“Ini dilakukan sejak masa Kesultanan Dompu abad ke-18, sebagai bentuk akulturasi budaya lokal dengan Islam di Dana Dompu,” tambah Akhdiansyah.
Menurutnya, di tengah derasnya arus modernisasi dan revolusi teknologi, masyarakat tidak boleh melupakan akar budaya dan tradisinya sendiri.
“Tradisi dan budaya adalah identitas asli kita yang harus diwariskan kepada anak cucu, sebagai perangkat pikir, sikap, dan tindakan. Lebih-lebih menghadapi kemajuan zaman dan revolusi teknologi yang masif saat ini,” tegasnya.
Tradisi Compo Sampari diyakini sudah ada sejak masa pemerintahan Sultan Syamsuddin di Kesultanan Dompu pada abad ke-18. Prosesi ini biasanya dilaksanakan bersamaan dengan acara doa bersama (barzanji), pembacaan ayat suci Al-Qur’an, dan pementasan musik tradisional seperti gendang beleq atau rebana.
Selain nilai religius, tradisi ini juga berfungsi sebagai penguat ikatan sosial antarwarga karena menjadi momentum berkumpulnya keluarga besar, tetangga, dan tokoh masyarakat.
Kini, sejumlah komunitas budaya di Dompu berupaya mendokumentasikan tradisi ini agar dapat dikenalkan kepada generasi muda melalui festival budaya tahunan di tingkat kabupaten.
Editor : Purnawarman