APBN Defisit, MBG Biar Diurus BAZNAS

Peneliti Pusat Kajian dan Analisis Ekonomi Nusantara
KEMENTRIAN Keuangan melaporkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Februari 2025 mengalami defisit sebesar Rp 31,2 triliun atau 0,13 persen dari produk domestik bruto (PDB). Pendapatan negara selama dua bulan pertama 2025 tercatat sebesar Rp 316,9 triliun, sedangkan belanja negara terealisasi sejumlah Rp 348,1 triliun.
Hal ini tentu menjadi warning bagi Pemerintah, bahwa pengelolaan keuangan Negara tidak bisa dibuat ugal-ugalan. Belum lagi beban hutang warisan Pemerintah sebelumnya (red. Jokowi) yang membebani anggaran APBN.
Program bagus saja tidak cukup, Pemerintah harus realistis melihat anggaran yang tersedia. Efisiensi anggaran darurat untuk dilakukan. Tidak hanya staff (up down) yang diminta efisiensi, tapi pejabat tingkatan atas (top down) juga perlu melakukan efisiensi.
Sejak diluncurkan pada 6 Januari 2024, program Makan Gizi Gratis (MBG) sudah menghabiskan anggaran sebesar 710,5 milyar sampai 12 Maret 2025. APBN mengalokasikan 71 triliun untuk program dengan penerima manfaat sejumlah 17,95 penerima manfaat. Hemat saya, program ini harus dievaluasi.
Prabowo bisa menggunakan skema lain yang tidak membebani Negara, yaitu melalui Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Toh BAZNAS selama ini sudah terbiasa melakukan ini, hanya saja format penerima manfaat harus diubah.
Jika dihandle oleh BAZNAS, maka penerima manfaat harus benar-benar yang membutuhkan (mustahiq).
BAZNAS memiliki pengalaman panjang dalam mengelola dan mendistribusikan dana sosial seperti zakat, infak, dan sedekah untuk kesejahteraan masyarakat.
Lembaga ini telah terbukti mampu menjalankan berbagai program sosial yang berorientasi pada pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, termasuk dalam bidang pangan dan gizi.
Dengan sistem yang sudah mapan dan jaringan yang luas hingga ke pelosok daerah, BAZNAS bisa menjadi solusi strategis bagi pemerintah untuk memastikan program MBG tetap berjalan tanpa membebani APBN yang defisit.
Saat ini BAZNAS memiliki wakilnya di Provinsi dengan jumlah 34 provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota jumlahnya 514 kabupaten/kota. Tentu potensi ini bisa dimaksimalkan.
Selain itu, keterlibatan BAZNAS dalam program ini dapat memperkuat partisipasi masyarakat dalam mendukung kesejahteraan bersama.
Dana zakat, infak dan sedekah yang dihimpun dari umat Islam dapat disalurkan secara efektif untuk membantu kelompok miskin dan rentan mendapatkan akses makanan bergizi.
Hal ini bukan hanya meringankan beban negara, tetapi juga memperkuat nilai-nilai gotong royong dalam masyarakat.
Jika pemerintah tetap ngotot ingin menjalankan program MBG tanpa melibatkan pihak luar, maka mekanisme implementasinya harus disesuaikan dengan kondisi keuangan negara.
Salah satu opsi yang bisa diterapkan adalah dengan tidak memberikan makanan bergizi gratis setiap hari, tetapi dengan frekuensi yang lebih terukur, misalnya dua atau tiga kali seminggu.
Dengan cara ini, manfaat program tetap dapat dirasakan oleh masyarakat yang membutuhkan, tetapi dengan anggaran yang lebih terkendali.
Selain itu, pemerintah dapat memfokuskan program ini pada kelompok yang benar-benar membutuhkan, seperti anak-anak yang mengalami stunting, keluarga miskin, dan lansia yang tidak memiliki akses pangan yang layak.
Skema ini akan lebih tepat sasaran dibandingkan dengan pemberian yang bersifat massal, yang berpotensi membebani anggaran negara secara berlebihan.
Untuk memastikan keberlanjutan program MBG, pemerintah juga dapat menggandeng sektor swasta dan filantropi. Banyak perusahaan yang memiliki program tanggung jawab sosial (CSR) di bidang pangan dan kesehatan.
Dengan sinergi yang baik, dunia usaha dapat berkontribusi dalam penyediaan makanan bergizi bagi masyarakat yang membutuhkan, baik dalam bentuk bahan makanan maupun dana operasional.
Organisasi filantropi dan komunitas sosial juga bisa turut serta dalam membantu pendistribusian makanan bergizi secara lebih efisien. Dengan demikian, beban yang harus ditanggung APBN menjadi lebih ringan, tetapi manfaat program tetap dapat dirasakan secara luas.
Dalam situasi APBN yang defisit, pemerintah harus lebih kreatif dalam merealisasikan janji kampanye seperti MBG. Menggandeng BAZNAS bisa menjadi solusi yang realistis dan efisien dalam menjalankan program ini tanpa harus mengorbankan kestabilan keuangan negara.
Jika program ini tetap dikelola langsung oleh pemerintah, maka harus ada strategi yang lebih fleksibel, seperti pengurangan frekuensi pemberian dan fokus kepada kelompok yang paling membutuhkan.
Dengan kolaborasi antara pemerintah, BAZNAS, sektor swasta, dan filantropi, program MBG bisa tetap berjalan secara berkelanjutan tanpa membebani negara. Langkah ini tidak hanya membantu rakyat mendapatkan makanan bergizi, tetapi juga menciptakan ekosistem sosial yang lebih kuat berbasis gotong royong dan kepedulian bersama. Allahua'lam.
Editor : Purnawarman