Keputusan MK yang membuka peluang kandidat diusung oleh partai non parlemen dengan prosentase perolehan kursi 10 persen atau 8,5 persen merupakan kemajuan demokrasi artinya prinsip fundamen demokrasi telah ditegakkan. Selama ini ada hambatan dan tembok raksasa konstitusional dengan ketentuan 20 persen kursi di parlemen baru bisa maju pilkada tentu pasca keputusan MK ini akan membuka akses lebar bagi publik menjadi kepala daerah tanpa syarat ketat.
"Untuk pilkada NTB pasca perubahan aturan ini akan berpeluang memunculkan pasangan baru menjadi 4 pasang,"ungkapnya.
Sehingga akan memberikan alternatif pilihan politik yang lebih variatif bagi publik NTB. Semakin banyak Paslon semakin baik buat kemajuan, pertumbuhan dan kematangan demokrasi lokal yang selama ini cenderung dikuasai oleh partai besar dan klan politik tertentu.
Sehingga meminggirkan peluang dan partisipasi publik yang sebenarnya memenuhi kualifikasi menjadi kepala daerah tetapi karena keharusan harus didukung oleh partai atau gabungan partai dengan perolehan 20% kursi di parlemen banyak yang batal nyalon.
"Saya yakin di Pilgub NTB akan ada empat calon dan pasangan Mamiq, Gita dan Sukisman Azmy (Gasman) sangat siap dan berpeluang menjadi kandidat baru,"ungkapnya.
Perubahan ambang batas keputusan MK ini menegaskan dua hal secara politik. Pertama, demokrasi telah mengalami suatu transformasi baru sebagai adaptasi terhadap derasnya tuntutan publik yang jenuh dan jengah dengan kendali elite dan oligarki terhadap partai politik agar dapat semakin dikontrol oleh publik.
Kedua, pemberlakuan ambang batas pencalonan yang semakin mudah akan seketika mengubah seluruh peta, konstelasi, koalisi dan morfologi dukungan parpol dan publik di seluruh daerah yang menghelat pilkada termasuk NTB.
"Menurut saya keputusan MK ini adalah langkah berani dan maju dan MK sudah kembali ke jalan benar pasca keputusan kontroversialnya soal Gibran Rakabuming di Pilpres,"ungkap.
Editor : Purnawarman