Lawan dari difused coattail effect adalah conventional cottail effect yaitu efek ekor jas hanya dinikmati oleh partai pengusung utama.
Meskipun demikian memang penyebaran efek ekor jas dalam kasus Brazil dan Chile tidak merata, dimana hanya partai yang memiliki kader langsung atau setidaknya memiliki asosiasi kuat dengan calon presiden atau calon wakil presiden yang mendapatkan berkah elektoral lebih besar.
Belajar dari pengalaman pemilu tahun 2019 di Indonesia, efek ekor jas dominan diperoleh partai pengusung utama, sedangkan partai pengusung sekunder nyaris tidak terlihat secara signifikan.
Pemilu 2014 menunjukkan Jokowi-Ma`ruf memperoleh suara 55,50 %; partai pendukung utama yakni PDIP memperoleh suara 19,33 %. Adapun partai pendukung sekundernya Nasdem 9,05 %, Hanura 1,54 %, PKB 9,69 %, Golkar 12,31 %, dan PPP 4,52 %. Pasangan Prabowo-Sandi memperoleh suara 44,50 %; partai pengusung uatamnay yakni Gerindra 12,57 %; partai pengusung sekundernya PAN 6,84 %, PKS 8,21 %, dan Demokrat 7,77 % (Lihat Keputusan KPU RI No.1185/2019 Tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilu Tahun 2019).
Bertolak dari data di atas, dalam konteks Indonesia efek ekor jas hanya berpengaruh signifikan pada partai pendukung utama dimana PDIP memperoleh 19,33 % berkorelasi positif dengan perolehan pasangan Jokowi-Ma`ruf Amin 55,50 %, selanjutnya partai Gerindra memperoleh 12,57 % berkorelasi positif dengan perolehan pasangan Prabowo-Sandi memperoleh 44,50 %.
Sedangkan partai politik pengusung tidak mendapat pengaruh signifikan dari efek ekor jas. Data di atas masih signifikan sebagai barometer pemilu 2024, terlebih apabila sistem pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup.
Dalam sistem proporsional tertutup yang terjadi secara mendadak ditengah tahapan pemilu sedang berjalan, banyak calon anggota Legislatif di bawah nomor urut 1 akan menjadi kandidat pemilu apatis, menyebabkan frekuensi kampanye untuk pemilu legislatif rendah. Dalam situasi politik yang demikian, partai politik hanya akan mengandalkan popularitas pasangan calon presiden-wakil presiden yang mereka usung.
Gejala lain yang dapat dibaca dari data dan analisis di atas adalah, apabila sistem pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup, oleh karena skemanya serentak legislatif dan presiden, maka kemandirian partai politik dalam berkontestasi menjadi rendah.
Partai akan berada pada sub-ordinasi dari pasangan calon presiden dan wakil presiden, yang artinya partai hanya menjadi penunggu berkah elektoral pasangan calon presiden-wakil presiden***.
Editor : Purnawarman