get app
inews
Aa Text
Read Next : Bawaslu NTB Sebut Kondisi Pemungutan Suara Pilkada 2024 di Sejumlah TPS di Lobar Berjalan Lancar

Efek Ekor Jas Dalam Skema Pemilu Serentak

Rabu, 31 Mei 2023 | 18:54 WIB
header img
Efek Ekor Jas Dalam Skema Pemilu Serentak.ist

Oleh: Dr. Agus, M.Si

Peneliti Pusat Studi Demokrasi dan Kebijakan Publik

 

Sejumlah negara sebutlah dalam pengalaman Pemilu di Brazil dan Chile, tidak terkecuali pemilu 2019 di Indonesia skema kesertakan antara pemilu anggota Legislatif dan pemilu Presiden kerap menimbulkan efek ekor jas (coattail effect).

Inti teori ini adalah sebuah kondisi dua pemilu dimana pemilu yang memiliki popularitas tinggi mempengaruhi pemiliu yang popularitasnya kurang atau rendah.

Proposisi teori ini kurang lebih menyatakan keserentakan pemilu membuat pemilih memberikan suaranya pada pasangan calon presiden-wakil presiden otomatis memilih partai politik pengusung pasangan calon presiden-wakil presiden tersebut (Amalia, dalam Hanafi, 2020:204).

Dalam sistem pemilu dimana pasangan calon presiden-wakil presiden diusung oleh gabungan partai politik, maka pertanyaannya apakah popularitas pasangan calon memberi efek ekor jas kepada partai pengusung utama atau semua partai pengusung.

Tentu saja yang dimaksud dengan partai pengusung utama adalah partai yang memiliki kader dari pasangan calon presiden-wakil presiden tersebut.

Sederhananya PDIP dengan Ganjar Pranowo, Partai Gerindra dengan Prabowo Subianto, Partai Golkar dengan Airlangga Hartarto, Partai Demokrat dengan Agus Harimurti Yudhoyono, dan PKB dengan Muhaimin Iskandar, dan seterusnya.

Dalam pengalaman Brazil dan Chile efek ekor jas ditemukan menyebar atau dinikmati oleh partai pengusung utama maupun partai pengusung sekunder, yang dikenal dengan teori difused coattail effect.

Lawan dari difused coattail effect adalah conventional cottail effect yaitu efek ekor jas hanya dinikmati oleh partai pengusung utama.

Meskipun demikian memang penyebaran efek ekor jas dalam kasus Brazil dan Chile tidak merata, dimana hanya partai yang memiliki kader langsung atau setidaknya memiliki asosiasi kuat dengan calon presiden atau calon wakil presiden yang mendapatkan berkah elektoral lebih besar.

Belajar dari pengalaman pemilu tahun 2019 di Indonesia, efek ekor jas dominan diperoleh partai pengusung utama, sedangkan partai pengusung sekunder nyaris tidak terlihat secara signifikan.

Pemilu 2014 menunjukkan Jokowi-Ma`ruf memperoleh suara 55,50 %; partai pendukung utama yakni PDIP memperoleh suara 19,33 %. Adapun partai pendukung sekundernya Nasdem 9,05 %, Hanura 1,54 %, PKB 9,69 %, Golkar 12,31 %, dan PPP 4,52 %. Pasangan Prabowo-Sandi memperoleh suara 44,50 %; partai pengusung uatamnay yakni Gerindra 12,57 %; partai pengusung sekundernya PAN 6,84 %, PKS 8,21 %, dan Demokrat 7,77 % (Lihat Keputusan KPU RI No.1185/2019 Tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilu Tahun 2019).

Bertolak dari data di atas, dalam konteks Indonesia efek ekor jas hanya berpengaruh signifikan pada partai pendukung utama dimana PDIP memperoleh 19,33 % berkorelasi positif dengan perolehan pasangan Jokowi-Ma`ruf Amin 55,50 %, selanjutnya partai Gerindra memperoleh 12,57 % berkorelasi positif dengan perolehan pasangan Prabowo-Sandi memperoleh 44,50 %.

Sedangkan partai politik pengusung tidak mendapat pengaruh signifikan dari efek ekor jas. Data di atas masih signifikan sebagai barometer pemilu 2024, terlebih apabila sistem pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup.

Dalam sistem proporsional tertutup yang terjadi secara mendadak ditengah tahapan pemilu sedang berjalan, banyak calon anggota Legislatif di bawah nomor urut 1 akan menjadi kandidat pemilu apatis, menyebabkan frekuensi kampanye untuk pemilu legislatif rendah. Dalam situasi politik yang demikian, partai politik hanya akan mengandalkan popularitas pasangan calon presiden-wakil presiden yang mereka usung.

Gejala lain yang dapat dibaca dari data dan analisis di atas adalah, apabila sistem pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup, oleh karena skemanya serentak legislatif dan presiden, maka kemandirian partai politik dalam berkontestasi menjadi rendah.

Partai akan berada pada sub-ordinasi dari pasangan calon presiden dan wakil presiden, yang artinya partai hanya menjadi penunggu berkah elektoral pasangan calon presiden-wakil presiden***.

Editor : Purnawarman

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut