"Tinggal gubernur LMI konsolidasi pasukan (struktur). Jangan lama-lama, segera restruktur dan jalankan visi prioritas. Jangan lupa meritokrasi dan desa berdaya, penanganan miskin ekstrem gas pool," katanya.
Ia menilai keberhasilan program unggulan sangat bergantung pada soliditas aparatur dan penempatan pejabat berdasarkan kompetensi, bukan semata pertimbangan politik.
Soroti Nasib 518 Honorer
Akhdiansyah juga menyoroti persoalan 518 tenaga honorer Pemprov NTB yang kontraknya berakhir pada 30 Desember. Menurutnya, isu ketenagakerjaan harus segera mendapat solusi konkret agar tidak berdampak pada meningkatnya angka pengangguran.
"Satu celah yang belum terlihat adalah penataan angka kerja, terutama 518 honorer yang dirumahkan, agar tingkat pengangguran bisa teratasi," ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa indikator kemajuan daerah tidak hanya diukur dari pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari kemampuan pemerintah menjaga stabilitas lapangan kerja.
"Harus ada solusi soal angka kerja. Itu indikator kemajuan sebuah daerah," tegasnya.
Gerak Cepat Harus Disertai Inovasi
Tokoh yang akrab disapa Guru To’i ini menekankan bahwa konsep gerak cepat tidak boleh dimaknai secara normatif, melainkan harus disertai terobosan nyata.
"Gerak cepat itu bukan yang biasa-biasa saja, tapi harus ada inovasi, kreativitas, dan sesuatu yang baru untuk NTB yang maju dan mandiri," ujarnya.
Selain itu, ia berharap sejumlah program strategis seperti NTB Capital dan Gerakan NTB Emas (GNE) dapat segera diwujudkan secara konkret.
"NTB Capital itu sebuah obsesi dan ekspektasi besar. Semoga bisa cepat gas. GNE juga semoga cepat pulih dan berdampak langsung ke masyarakat," pungkasnya.
Sebagai informasi, NTB saat ini tengah menghadapi tantangan fiskal dan penyesuaian kebijakan pasca reformasi birokrasi nasional.
Pemerintah daerah dituntut mampu menyeimbangkan efisiensi anggaran dengan percepatan program prioritas, terutama dalam pengentasan kemiskinan ekstrem, penguatan desa, dan penciptaan lapangan kerja baru.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait
