Pelatihan Berbasis Diskusi dan Pengalaman Lokal
Pelatihan berlangsung secara interaktif, di mana peserta tidak hanya mendengarkan pemaparan materi, tetapi juga berdiskusi mengenai praktik-praktik pengawasan dan pengalaman Pemilu sebelumnya di wilayah NTB. Metode ini dipilih agar pembelajaran menjadi kontekstual dan lebih relevan dengan tantangan lapangan.
Hasan Basri memberikan materi pertama dengan fokus pada Teknis Pencegahan Pelanggaran, Sengketa Proses Pemilu, dan model pengawasan partisipatif digital.
Ia menyoroti pergeseran pola pelanggaran dari aktivitas lapangan ke modus digital seperti hoaks, manipulasi citra kandidat, hingga praktik politik uang berbasis transaksi digital.
“Ruang digital itu cepat, dinamis, dan tidak mengenal batas wilayah. Karena itu, seorang pengawas partisipatif bukan hanya harus peka, tetapi juga responsif dan berani mengambil tindakan saat menemukan dugaan pelanggaran,” jelasnya.
Strategi Gerakan Pengawasan Berbasis Komunitas
Materi selanjutnya dibawakan oleh Syaifuddin, Anggota Bawaslu NTB, yang membahas pengembangan gerakan pengawasan partisipatif berbasis komunitas.
Ia menekankan pentingnya membangun jejaring relawan, menciptakan ruang kampanye edukatif, dan membentuk komunitas yang aktif menyuarakan nilai-nilai anti pelanggaran Pemilu.
Pada sesi berikutnya, Umar Achmad Seth memberikan pemahaman teknis mengenai alur pelaporan pelanggaran. Ia menjelaskan standar bukti, mekanisme verifikasi, hingga tantangan dalam memastikan laporan masyarakat memenuhi unsur-unsur pembuktian.
Materi internal terakhir disampaikan oleh Suhardi, yang memberikan penjelasan mengenai teknis penyelesaian sengketa proses Pemilu, termasuk batasan waktu, jenis sengketa yang sering muncul, dan dinamika advokasi di lapangan.
Narasumber Nasional Perkuat Perspektif Peserta
Kegiatan semakin hidup ketika peserta mendapatkan tambahan wawasan dari narasumber nasional, Yosep Yusdiana, aktivis pemilu yang telah berpengalaman mendampingi berbagai komunitas relawan pengawas. Kehadirannya menjadi magnet tersendiri bagi peserta karena pendekatan komunikatif dan inspiratif yang dekat dengan generasi muda.
Dalam penyampaiannya, Yosep menekankan pentingnya membangun jaringan pengawas yang terstruktur dan berkelanjutan.
Penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL)
Pada sesi penutup, para peserta menyusun Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang memuat berbagai program dan kegiatan pengawasan kreatif. Beberapa gagasan yang muncul antara lain:
Pembuatan video edukasi dan konten anti-hoaks
Program podcast tentang literasi pemilu
Pembentukan komunitas pengawas di sekolah/kampus
Kampanye sosial tolak politik uang
Forum diskusi publik tentang isu demokrasi
Skema advokasi masyarakat untuk membantu pelapor pelanggaran
Hasil diskusi menunjukkan bahwa para peserta tidak hanya memahami materi, tetapi juga mulai merancang strategi nyata yang bisa diterapkan di daerah masing-masing.
Penguatan Gerakan Pengawasan Menuju Pemilu 2029
Pendidikan ini menegaskan bahwa pengawasan partisipatif bukan hanya konsep teoritis, melainkan gerakan sosial yang tumbuh dari kesadaran publik. Para peserta kini memiliki peran penting sebagai agen perubahan yang memperkuat ekosistem pengawasan di tingkat lokal.
Bawaslu NTB berharap kegiatan ini melahirkan kader-kader muda yang mampu berkontribusi menjaga integritas Pemilu 2029 melalui aksi nyata, literasi digital, dan edukasi publik yang berkelanjutan.
Bawaslu NTB dalam beberapa tahun terakhir telah mencatat peningkatan laporan pelanggaran berbasis digital, terutama menjelang masa kampanye.
Program pengawasan partisipatif daring ini juga disinkronkan dengan roadmap Bawaslu RI untuk menguatkan pengawasan di ruang digital.
Data internal Bawaslu menyebutkan bahwa generasi muda (17–30 tahun) adalah kelompok paling aktif melaporkan indikasi pelanggaran melalui aplikasi pelaporan resmi.
NTB menjadi salah satu provinsi dengan tingkat partisipasi relawan pengawas tertinggi pada Pemilu 2024, sehingga diproyeksikan menjadi model pengembangan gerakan pengawasan daerah pada 2029.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait
