“Saya kira jangan dirumahkan. Harus ada solusi. Harus ada regulasi. Kalau dirumahkan tidak mungkin,” ujarnya.
Penjelasan BKD NTB: Sudah Dua Kali Bersurat ke Kementerian
Kepala Bidang Pengadaan, Pemberhentian, dan Informasi (PPI) BKD NTB, Rian Priandana, membenarkan bahwa persoalan ini telah disampaikan ke pemerintah pusat.
“518 ini sudah dua kali kita bersurat ke Kementerian,” kata Rian.
Namun, Rian mengakui, regulasi yang belum memadai menjadi penghambat utama proses pengusulan mereka.
“Karena mereka terkendala dengan regulasi yang ada. Regulasinya tidak memungkinkan mereka diusulkan,” jelasnya.
Rian menambahkan, salah satu opsi saat ini adalah meminta dukungan legislatif agar menyuarakan solusi dalam kerangka hukum yang berlaku.
“Salah satu jalan adalah mendorong agar pihak legislatif bisa mengakomodir sesuai regulasi,” ujarnya.
“Jangan sampai ada lagi pengangguran yang diakibatkan oleh pemutusan hubungan kerja,” pungkasnya.
Banyak tenaga honorer telah bekerja lebih dari 10–15 tahun, namun belum memiliki kejelasan status ASN atau PPPK.
Pemerintah pusat menerapkan batas waktu penghapusan tenaga honorer nasional hingga Desember 2024, sehingga NTB harus segera menyelesaikan pemetaan data.
DPRD NTB kemungkinan akan mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan BKD dan perwakilan honorer untuk mencari jalan tengah.
Sejumlah honorer mengancam akan melakukan aksi unjuk rasa jika status mereka tidak segera diselesaikan.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait