Ir ANWAR FACHRY
DOSEN SENIOR FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS MATARAM
DALAM topografi intelektual NTB, Pusat Penelitian Bahasa dan Kebudayaan (P2BK) tidak pernah sekadar menjadi koordinat geografis atau administratif. Sejak gerbangnya saya masuki pada 1998, ia menahbiskan diri sebagai sebuah _state of mind_ ~sebuah kawah candradimuka eksistensial.
Di sinilah almarhum Abah Husni Muadz tidak sedang membangun kantor, melainkan menenun sebuah "sufisme institusional". Bagi Abah, organisasi adalah organisme metafisik: ia bernapas dengan sistem, namun hidup karena ruh.
Di tangan dinginnya, teori social system bukan sekadar diktum akademik, melainkan manhaj untuk menata energi kolektif manusia agar selaras dengan orbit ilahiah.
P2BK adalah ruang perjumpaan (school of encounter) di mana riset adalah laku prihatin, analisis adalah kontemplasi, dan disiplin kerja adalah bentuk zikir yang paling sunyi. Namun, hukum alam mendiktekan bahwa setiap masa kejayaan akan menemui fase khalwat-nya sendiri.
Sepeninggal Abah, P2BK seolah memasuki lorong senyap, meredup dari hingar-bingar permukaan. Banyak yang mengira api itu telah padam. Mereka keliru. Api itu tidak mati; ia hanya bermigrasi, mencari wujud baru dalam tubuh-tubuh yang siap memikul beban integritas.
Di sinilah relevansi kehadiran sosok seperti Prof. Dr. Sukardi, menemukan momentumnya.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait
