JAKARTA, iNewsLombok.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menerbitkan surat pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas (YCH), serta dua orang lainnya berinisial IAA dan FHM. Langkah ini diambil sebagai bagian dari penyidikan kasus dugaan korupsi dalam penetapan kuota haji tahun 2024.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa surat pencegahan berlaku selama enam bulan ke depan sejak Senin, 11 Agustus 2025.
“Pencegahan ini penting agar ketiga orang tersebut tetap berada di dalam negeri demi kelancaran proses penyidikan,” ujarnya.
Kasus Berawal dari Kuota Haji 2023
Perkara ini berakar dari hasil penyelidikan KPK terkait pengelolaan kuota haji tahun 2023, di mana Indonesia mendapat jatah 20.000 jemaah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pembagian kuota seharusnya 92% untuk jemaah reguler dan 8% untuk jemaah khusus.
Namun, hasil temuan KPK menunjukkan pembagian yang jauh dari aturan, yakni 50% untuk haji reguler dan 50% untuk haji khusus.
“KPK menduga ada perbuatan melawan hukum dalam pembagian kuota tersebut,” terang Budi.
Selain itu, penyidik juga tengah menelusuri kemungkinan adanya aliran dana dari penambahan kuota haji khusus yang diduga melibatkan sejumlah pihak.
Tahapan Penyelidikan dan Potensi Tersangka
Menurut informasi yang dihimpun, KPK telah memanggil sejumlah saksi dari Kementerian Agama, penyelenggara haji khusus, serta pihak swasta yang diduga terlibat. Data transaksi keuangan dan dokumen perizinan menjadi fokus pemeriksaan.
Pencegahan ke luar negeri terhadap Yaqut, IAA, dan FHM merupakan indikasi kuat bahwa KPK telah mengantongi bukti awal keterlibatan, meski status tersangka belum diumumkan.
Dampak Terhadap Penyelenggaraan Haji 2025
Pengungkapan kasus ini berpotensi mempengaruhi proses penetapan kuota haji 2025. Pemerintah kemungkinan akan memperketat mekanisme distribusi kuota agar lebih transparan dan bebas intervensi politik.
Pengamat hukum tata negara menilai langkah KPK tepat untuk mencegah penghilangan barang bukti dan meminimalisir potensi kolusi. Sementara itu, sejumlah ormas Islam mendesak agar kasus ini dibuka secara terang benderang demi menjaga integritas penyelenggaraan ibadah haji.
Bagaimana Kuota Haji Ditetapkan
Kuota haji ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan Kerajaan Arab Saudi setiap tahun.
Proporsi 92%-8% diatur dalam undang-undang demi memastikan pemerataan kesempatan.
Kuota haji khusus biasanya ditujukan untuk jamaah yang menggunakan jasa Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dengan biaya lebih tinggi.
Penyimpangan proporsi dapat mengurangi kesempatan bagi jamaah reguler yang sudah menunggu bertahun-tahun.
Dengan pencegahan ini, publik menanti langkah lanjutan KPK, termasuk kemungkinan penetapan tersangka dan pemanggilan saksi kunci. Kasus ini menjadi peringatan penting bahwa pengelolaan kuota haji harus bebas dari praktik korupsi dan mengutamakan kepentingan jamaah.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait