LOMBOK, iNewsLombok.id – Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029 Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) resmi disahkan DPRD NTB menjadi Peraturan Daerah. Dokumen strategis ini diklaim menjadi “Kompas Pembangunan” untuk mewujudkan visi Bangkit Bersama Menuju NTB Provinsi Kepulauan yang Makmur Mendunia.
Ketua Pansus RPJMD 2025–2030, Hasbullah Muis Konco, menyatakan bahwa penyusunan dokumen ini selaras dengan RPJPD NTB 2025–2045 dan RPJMN 2025–2029. Namun, ia mengingatkan bahwa keberhasilan tidak hanya bergantung pada visi indah, melainkan pada implementasi yang konsisten.
“Pengesahan ini bukan akhir, melainkan awal dari ujian besar. Kita tidak ingin RPJMD hanya menjadi peta indah di atas kertas,” tegas Hasbullah.
Tantangan Nyata di Lapangan
Meski proses penyusunan melibatkan Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, dan pemerintah kabupaten/kota, tantangan klasik tetap menghantui: birokrasi lamban, koordinasi lemah, keterbatasan APBD, dan minimnya pengawasan.
Pengalaman RPJMD sebelumnya memperlihatkan banyak target yang meleset. Misalnya:
Kemiskinan NTB pada 2023 tercatat 12,21%, stagnan sejak 2021.
Kemiskinan ekstrem berada di 2,04%, jauh di atas target nasional 0,85%.
Pertumbuhan ekonomi hanya 5,12%, di bawah target 6,5%.
PDRB per kapita Rp33,2 juta, jauh di bawah rata-rata nasional sekitar Rp70 juta.
Triple Agenda RPJMD NTB
RPJMD 2025–2029 menyoroti tiga fokus utama:
Pengentasan Kemiskinan Ekstrem
Target ambisius nol persen pada 2029 memerlukan intervensi langsung di 106 desa kantong kemiskinan. Namun, fragmentasi anggaran dan tumpang tindih program menjadi ancaman besar.
Ketahanan Pangan Berbasis Hilirisasi Agromaritim
Produksi garam NTB surplus 209% (143.796 ton/tahun), tetapi harga di petani hanya Rp400/kg.
Produksi udang vaname terbesar nasional (196.644 ton/tahun), tetapi hilirisasi minim.
Potensi nilai tambah yang hilang mencapai Rp22,4 triliun/tahun.
Pariwisata Kelas Dunia
NTB diarahkan ke quality tourism berbasis petualangan dan ramah lingkungan. Namun, infrastruktur, SDM pariwisata, dan kesiapan mitigasi bencana masih belum memadai.
Catatan Strategis Pansus DPRD NTB
Pansus mengingatkan empat hal:
Exit strategy pasca-tambang agar lubang bekas tambang tidak menjadi bencana ekologis.
Inklusi sosial dengan melibatkan semua lapisan masyarakat, termasuk penyandang disabilitas.
Penguatan kelembagaan melalui Center of Excellence Agromaritim dan peta investasi digital.
Integrasi pendanaan dari APBN, dana desa, KPBU, dan investasi swasta.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2025, sektor pertanian NTB menyumbang 27% PDRB tetapi pertumbuhan tahunannya melambat di bawah 3% akibat perubahan iklim.
Menurut Indeks Konektivitas Pariwisata Indonesia 2025, NTB berada di peringkat 9 nasional, tertinggal dari Bali dan Sulawesi Utara, terutama dalam akses penerbangan internasional.
NTB memiliki potensi energi terbarukan, khususnya tenaga surya dan angin, yang belum masuk dalam prioritas RPJMD meskipun bisa menopang industrialisasi agromaritim.
RPJMD 2025–2029 adalah janji besar yang akan diuji oleh waktu. Keberhasilan bergantung pada keberanian eksekusi, keterlibatan semua pihak, dan transparansi hasil.
Gubernur NTB kini menghadapi pertanyaan sejarah: akan menjadi pemimpin yang mengubah wajah NTB, atau sekadar menambah satu dokumen di rak arsip pemerintahan.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait