“Kata Menteri Sri Mulyani, kerugian dari stunting mencapai Rp450 triliun. Ini sering disampaikan juga oleh Bupati. Beli baju dipotong di mall Lombok Epicentrum, pulang pasti akan dipotong. Stunting harus diperangi. Bahkan olahraga permainan selodor kecil pun jadi sulit. Sangat merugikan, stunting ini,” tuturnya.
Urgensi Penanggulangan Stunting di Lombok Tengah
Dengan angka prevalensi yang mencapai 9,86% dan menjadi penyumbang sekitar 30% kasus di NTB, Lombok Tengah menjadi titik krusial dalam program percepatan penurunan stunting.
Beberapa langkah penting yang dapat segera dilakukan meliputi:
Peningkatan edukasi gizi ibu hamil dan menyusui, terutama di daerah pedesaan dan wilayah terpencil.
Penguatan Posyandu dan kader kesehatan dalam pemantauan pertumbuhan anak.
Pemenuhan sanitasi dan air bersih, yang menjadi faktor penentu dalam pencegahan penyakit penyerta.
Kolaborasi lintas sektor, termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat, dan pihak swasta.
Pemanfaatan data digital untuk memetakan lokasi dengan tingkat stunting tertinggi agar intervensi lebih tepat sasaran.
Fenomena LGBT dan Penyakit Tidak Menular
Dalam kesempatan yang sama, Dr. Suardi juga menyinggung fenomena 2.000 LGBT di Lombok Tengah, yang ia sebut sebagai bagian dari penyakit tidak menular (PTM). Meski kontroversial, pernyataan ini mencerminkan keprihatinan terhadap perubahan sosial yang dinilai turut memengaruhi pola hidup sehat masyarakat.
Dinas Kesehatan diharapkan tetap mengedepankan pendekatan berbasis edukasi, empati, dan intervensi kesehatan masyarakat, daripada stigmatisasi, untuk menjawab tantangan kompleks tersebut.
Berdasarkan data BKKBN, angka stunting nasional 2024 berada di kisaran 21,5%. Target nasional pada 2025 adalah di bawah 14%, sesuai arahan Presiden Joko Widodo.
Kabupaten lain seperti Bima, Dompu, dan Sumbawa juga menghadapi masalah serupa, namun angka Lombok Tengah tertinggi secara persentase dan kontribusi.
Pemprov NTB saat ini sedang menggencarkan program "NTB Zero Stunting" dengan intervensi serentak berbasis keluarga dan komunitas.
Studi menunjukkan bahwa intervensi gizi pada masa kehamilan dan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama sangat efektif dalam menurunkan risiko stunting.
Diharapkan sektor swasta di Lombok Tengah turut aktif melalui program CSR (Corporate Social Responsibility) untuk mendukung gizi balita dan edukasi keluarga sehat.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait