Ketua Pokdarwis, Pahrul Azim, menilai kegiatan ini membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat.
“Kami berharap kegiatan ini bisa terus berlanjut. Tote bag dan gelas kayu ukir jadi oleh-oleh yang unik sekaligus memperkuat identitas desa,” ujarnya.
Produk-produk yang dikembangkan menggabungkan teknologi modern seperti desain grafis dan mesin ukir laser/CNC dengan nilai lokal. Yesi Pandu menyampaikan, “Dengan shopping bag yang bisa dipakai ulang, kita tidak hanya mengurangi limbah, tapi juga memperkuat citra Bilebante sebagai desa wisata peduli lingkungan.”
Sebanyak 30 peserta mengikuti pelatihan, mulai dari teknik menyablon manual pada spunbond, paper bag, dan tote bag, hingga penggunaan mesin ukir otomatis. Gelas kayu ukir yang menjadi hasil utama juga diarahkan sebagai wadah saji minuman tradisional khas Bilebante seperti jamu, yang kini mulai dikembangkan oleh UMKM lokal sebagai paket wisata.
“Produk gelas kayu ukir bukan sekadar cinderamata. Ia membawa nilai budaya dan menjadi identitas Bilebante yang membedakan dari destinasi lain,” kata Jati Paras Ayu.
Selain souvenir, program ini juga memperkenalkan strategi pemasaran digital melalui media sosial dan marketplace lokal. Peserta diajarkan mengunggah produk mereka secara mandiri dan memanfaatkan desain visual untuk memperkuat citra digital desa.
Kegiatan ini secara nyata mendorong ekonomi kreatif desa dan mendorong penciptaan ekosistem pariwisata yang berkelanjutan. Tak hanya berdampak ekonomi, kegiatan ini memperkuat nilai-nilai budaya dan lingkungan hidup.
Shopping bag dan gelas kayu berlogo kini bukan hanya menjadi oleh-oleh, tapi simbol komitmen warga Bilebante terhadap ekowisata dan keberlanjutan.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait