Akademisi dan Aktivis Kompak Tolak Sewa Mobil Listrik Rp8 Miliar Pemprov NTB
“Saya pikir ide menyewa mobil listrik untuk OPD tentu gagasan bagus, tetapi harus disertai analisis yang komprehensif termasuk daya dukung fasilitas charging dan baterai,” jelasnya.
Ia juga menyoroti kondisi kendaraan dinas milik beberapa OPD yang sudah tua dan boros bahan bakar. Di sisi lain, kondisi fiskal NTB dinilai belum memungkinkan untuk pembiayaan yang tidak bersifat prioritas.
“Sehingga sewa mobil listrik senilai 8 miliar untuk NTB saya pikir bukan kebutuhan prioritas masyarakat. Pak Gubernur sebaiknya perkuat fundamen kebijakan di tata kelola dan manajemen kelembagaan pertanian, peternakan, dan pariwisata,” tambahnya.
Alfi menegaskan bahwa ketiga sektor tersebut merupakan penopang perekonomian daerah pasca diberlakukannya larangan ekspor konsentrat dalam kebijakan hilirisasi tambang nasional.
Selain kalangan akademisi, kritik juga datang dari aktivis senior Hasan Masat. Ia menilai Pemprov NTB harus berhati-hati sebelum memutuskan penyewaan mobil listrik, terutama di tengah banyaknya persoalan fundamental yang masih harus diselesaikan pemerintah daerah.
“Inisiatif tersebut pemprov berpikir ulang. Adaptasi luar biasa baik penggunaan daya listrik efektif. Kemudian mobil yang ada dimaksimalkan penggunaannya. Bengkel resmi bisa mati penerapan mobil listrik, jangan sampai gegabah, kebijakan politik ekonomi kita belum menentu,” tegas Hasan.
Ia juga menyebut bahwa masih banyak sektor pelayanan publik yang membutuhkan perhatian serius. Mulai dari penguatan SDM, reformasi birokrasi, hingga pemerataan infrastruktur dasar di desa.
“Gubernur harus berpikir ulang efektif dan efisiensi. Pembangunan begitu cepat, reformasi birokrasi dituntut pelayanan. Jangan ambil sikap gegabah,” tambahnya.
Lebih jauh, Hasan menilai bahwa kebijakan pemerintah saat ini harus difokuskan pada penurunan angka kemiskinan, penanganan stunting, serta penguatan program desa berdaya.
“Berapa kendaraan nganggur, tumbal sulam masalah yang ada. Dampak positif dan negatif harus diukur. Energi terbarukan kita setuju, tetapi adaptasi harus bertahap,” ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, NTB termasuk salah satu provinsi yang mengalami penurunan signifikan dalam transfer to region (TKD). Selain itu, beban mandatory spending seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar terus meningkat.
Kondisi tersebut membuat langkah Pemprov NTB dalam mengadopsi kendaraan listrik harus sangat hati-hati, mengingat:
Infrastruktur charging station di NTB masih terbatas, sebagian besar hanya tersedia di kota besar dan kawasan pariwisata.
Biaya perawatan mobil listrik di daerah non-perkotaan masih relatif tinggi karena minimnya teknisi bersertifikat.
Beberapa daerah di NTB masih menghadapi persoalan kelistrikan di jam-jam tertentu.
Sejumlah pengamat memandang bahwa program mobil listrik baru ideal dilaksanakan jika kebutuhan dasar masyarakat telah terpenuhi dan sistem pendukung sudah matang.
Editor : Purnawarman