Transparansi APBD NTB Dipertanyakan, BTT untuk Bayar Utang Disebut Melanggar Empat Aturan Sekaligus

Ia menilai bahwa pembayaran utang jelas bukan kategori darurat.
“Membayar utang itu jelas direncanakan, begitu juga program desa berdaya atau visi-misi gubernur lainnya. Itu semua bagian dari rencana, sehingga tidak masuk kategori BTT,” ujarnya.
Najamuddin bahkan menyebut pernyataan Nursalim soal utang sebagai kebutuhan mendesak adalah keliru.
“Itu alibi. Kalau kita bicara darurat, ya darurat itu sesuatu yang benar-benar tidak bisa diprediksi sebelumnya, misalnya bencana alam. Bukan bayar utang,” tegasnya.
Najamuddin menyoroti langkah Pemprov NTB yang dianggap menabrak sejumlah aturan:
PP 12/2019 Pasal 55 dan 161 → pergeseran anggaran hanya bisa dilakukan setelah realisasi semester berjalan.
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025 → terkait prioritas belanja pemerintah.
Permendagri No. 77 Tahun 2020 → tentang tata kelola keuangan daerah.
Pergub NTB No. 24 Tahun 2024 Pasal 13 → pengaturan penggunaan belanja darurat.
“Kalau semua dianggap mendesak, maka semua bisa pakai BTT. Utang mendesak, makan mendesak, minum mendesak. Itu menyalahi makna darurat dalam aturan. Kata kuncinya tidak bisa diprediksi sebelumnya. Nah, kalau sudah direncanakan, jelas tidak boleh pakai BTT,” tegas Najamuddin.
Sebagai contoh, ia menjelaskan:
“Kalau jembatan delapan tiangnya rusak dua, lalu tiba-tiba gempa dan sisanya ambruk, itu boleh pakai BTT karena tidak bisa diprediksi. Tapi kalau sudah ada kerusakan sejak awal dan bisa diprediksi, ya tidak boleh. Begitu logikanya,” jelasnya.
Penggunaan BTT yang tidak tepat berpotensi menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Beberapa daerah di Indonesia sebelumnya pernah tersandung masalah hukum akibat penyalahgunaan BTT.
Menurut Nursalim, penggunaan BTT justru untuk mencegah kerugian daerah.
“Itu kan kewajiban yang harus dipenuhi,” tambahnya.
Namun, Najamuddin menegaskan bahwa jika BTT dipaksakan untuk membayar utang, hal itu dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan kewenangan.
“Empat aturan dilanggar sekaligus. Jadi jelas ini bukan sekadar keliru, tapi penyalahgunaan. Jangan sampai aturan dipelintir. BTT itu selektif, sangat spesialis, dan dilindungi PP 12/2019 Pasal 55. Kalau ini dipaksakan, itu sesat,” pungkasnya.
BTT (Belanja Tidak Terduga) biasanya digunakan untuk penanganan bencana alam, wabah penyakit, keadaan darurat sosial, hingga kebutuhan mendesak yang benar-benar tak terprediksi.
Kasus di NTB ini menjadi sorotan nasional karena menyangkut transparansi APBD dan akuntabilitas pemerintah daerah.
Praktik penyalahgunaan BTT di sejumlah daerah pernah berujung pada proses hukum yang melibatkan pejabat tinggi daerah.
Editor : Purnawarman