Heboh Dugaan Kecurangan Seleksi Kepsek NTB, Ini Kata Dikbud

BIMA, iNewsLombok.id - Proses seleksi calon kepala sekolah (Kepsek) di Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 2025 tengah menjadi sorotan tajam. Sejumlah guru peserta mengungkapkan kekecewaan terhadap transparansi seleksi, khususnya terkait tahapan substansi yang dinilai tidak adil dan berpotensi mengandung praktik curang.
Salah seorang guru dari Bima menyebutkan bahwa akun peserta yang sebelumnya dinyatakan lolos seleksi administrasi ditandai dengan warna biru pada platform GTK (Guru dan Tenaga Kependidikan), sebagai penanda bahwa mereka berhak mengikuti tahap seleksi substansi.
"Artinya layak untuk ikut seleksi substansi," ujarnya.
Namun, dalam pelaksanaannya, hanya sebagian kecil dari peserta lolos administrasi yang diikutsertakan dalam tahap berikutnya.
Guru tersebut menduga ada intervensi yang mengubah tampilan akun peserta dari biru kembali menjadi hitam, sebagai bentuk manipulasi akses terhadap tahap seleksi berikutnya.
"Untuk menutupi permainan curang tersebut, mereka (Dikbud) bermain dengan pengelola ruang GTK, mengubah kembali tampilan ruang GTK masing-masing guru dari warna biru di bagian seleksi substansi menjadi hitam kembali," jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa banyak peserta dengan pengalaman manajerial dan masa kerja lebih lama justru tidak diloloskan, sementara sejumlah nama yang dikenal dekat dengan Dinas Pendidikan dinyatakan lolos.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB, Abdul Aziz, langsung merespons dugaan tersebut dengan menjelaskan bahwa proses seleksi tahun ini mengikuti ketentuan dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen).
“Kementerian Dikdasmen menyediakan anggaran APBN untuk seleksi 18 calon kepala sekolah. Dan peserta yang bisa ikut seleksi dibatasi sebanyak dua kali lipat dari yang dibutuhkan, yaitu 36 orang. Pendaftarnya lebih dari 551 orang, tentu saja banyak yang tidak puas,” ungkap Aziz.
Ia menambahkan bahwa kebutuhan kepala sekolah definitif sebenarnya mencapai 54 orang. Namun karena anggaran dari pusat terbatas, maka hanya 18 yang bisa diseleksi menggunakan dana APBN.
Sisanya akan diseleksi kembali melalui APBD Perubahan, dengan target total seleksi berikutnya menyasar 72 calon dari seleksi administrasi ulang.
"Di sanalah nanti seleksi administrasi dilakukan lagi," ujarnya.
Aziz juga menekankan bahwa ketidakpuasan peserta seleksi adalah hal yang wajar, terutama jika melihat jumlah pendaftar yang jauh melampaui kuota yang tersedia.
“Melihat kebutuhan yang sedikit, sementara peminatnya banyak, maka sampai kapanpun ketidakpuasan pasti akan tetap terjadi,” katanya.
Pelaksanaan seleksi calon kepala sekolah ini merujuk pada Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025, yang mengatur mekanisme seleksi termasuk batas maksimal peserta yang boleh mengikuti tahap substansi sesuai kapasitas anggaran.
Proses seleksi calon kepala sekolah dilakukan secara digital melalui platform GTK Kemdikbud. Indikator warna biru atau hitam dalam sistem menandai status kelayakan peserta.
Seleksi substansi meliputi tes kompetensi manajerial, wawasan kebijakan pendidikan, serta simulasi kepemimpinan. Hanya peserta yang memenuhi kriteria nilai dan administrasi yang melaju ke tahap akhir.
Lembaga penilai independen seperti LPPKS (Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah) turut terlibat dalam validasi hasil seleksi.
Beberapa organisasi guru di NTB telah mengusulkan evaluasi terhadap transparansi sistem GTK, termasuk meminta audit terhadap sistem digital yang digunakan dalam seleksi.
Seleksi calon kepala sekolah di NTB tahun 2025 menimbulkan polemik akibat keterbatasan kuota dan kecurigaan terhadap sistem digital GTK.
Meski Dikbud NTB telah memberikan klarifikasi sesuai regulasi, desakan agar proses ini lebih transparan, akuntabel, dan bebas intervensi politik tetap menguat.
Sorotan publik terhadap sistem seleksi berbasis meritokrasi menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah agar ke depan seleksi lebih fair dan kredibel.
Editor : Purnawarman