LOMBOK, iNewsLombok.id - PGS General Manager ITDC Wahyu Moerhadi Nugroho angkat bicara soal pembongkaran paksa rumah warga di Kuta Lombok Tengah. Bahwa status lahan seluas tiga are tersebut telah dibayar lunas kepada pihak pertama dibayar LTDC tahun 2006 dengan statusnya clear dan clean dan dapat dipertanggungjawabkan.
"Kami pastikan status lahanya HPL clear and clean. Sejak tahun 1996 dibebaskan dari pemilik lahan pertama. Sejah tahun 2010 menjadi bagian dari sertivikat HPL ITDC Nomor 13/Kuta ,"ungkapnya melalui keterangan tertulis Hak jawab yang diterima media ini, Kamis (4/7/2024).
Mengenai tuduan tidak ada kompensasi kepada pemilik lahan, ITDC membantah bahwa sebelum telah melakukan sosialisasi sebanyak tiga kali dan disiapkan biaya pembongkaran dan pengosongan barang tetapi tak dielakkan.
" Sebelum itu kami bongkar sudah ada mediasi dari tahap 1 sampai 4. ITDC telah menyiapkan biaya tali asih,"ungkapnya.
Karena mendapat penolakan akhirnya ITDC melakukan rapat dan diputuskan akan diambil langkah pengosongan.
" Kami kirimkan surat peringatan sebanyak tiga kali tetapi tetap ditolak. Dan Maesarah tetap tinggal di lahan tersebut. Kita sudah menawarkan pindah ke bazar mandalika, kekeh mengklaim memiliki lahan tersebut ,"terangnya.
Sebelumnya miris bangunan rumah warga di atas tanah seluas 3 are milik Inaq Maesarah satu-satunya warisan peninggalan orang tuanya di kuta Lombok akhirnya digusur pihak pemilik lahan ITDC. Alasannya penggusuran menurutnya dilakukan dengan tidak memberikan kompensasi berupa tali asih atau rumah lain.
"Ini warisan orang tua saya, jumlahnya tiga are, surat jual beli ada tetapi saat kami serahkan ke ITDC tidak diterima. Padahal tertanda bahwa tanah tersebut sudah di tanda tangani camat. Saya minta pak Wahyu pimpinan ITDC untuk datang melihat sendiri pembongkaran ini, tetapi tidak datang,"tegasnya Maesarah, Kamis (4/7/2024).
Inaq Maesarah mengaku akan tetap tinggal di tanah yang sudah tak ada bangunan tersebut sampai ada tanggungjawab dari ITDC.
"Kami akan tetap di sini, dimana kami tinggal. Silahkan robohkan bisa kita bangun lagi," ungkapnya.
Sementara itu, Site Operarion The Mandalika Pari Wijaya yang berada dilokasi belum mau memberikan keterangan karena bukan kewenangnnya.
"Bukan kewenangan kami," jawabnya dimintai tanggapan.
Mantan Camat Pujut Lalu Sungkul membantah bahwa telah memberikan tanda tangan alasannya karena belum pernah melihat fisik surat tersebut.
"Bisa saja itu dipalsukan. Saya tidak pernah tanda tangan. Dan bukti pajak bangunan tidak bisa menguatkan,"ungkapnya yang saat ini menjabat Kepala Dinas Pariwisata Lombok Tengah.
Pantauan dilapangan empat bangunan yang terdiri dari tiga rumah dan satu toko yang dibongkar menggunakan alat berat ekskavator.
Terjadi adu mulut antara anak dari almarhum pemilik lahan saat dilakukan pembongkaran. Namun sampai dengan bagunan rata dengan tanah tidak ada perlawanan sama sekali.
Editor : Purnawarman