LOMBOK, iNewsLombok.id - Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi NTB, Sudirsah Sujanto, menegaskan bahwa kajian mendalam terhadap rancangan KUA-PPAS 2026 menunjukkan adanya rasionalisasi besar-besaran dalam alokasi anggaran daerah.
Salah satu yang paling disorot ialah pemangkasan pagu Bappeda NTB dari Rp41 miliar menjadi Rp31 miliar, yang dinilai dapat berdampak signifikan terhadap perencanaan pembangunan.
Meski memahami adanya tekanan fiskal akibat penurunan dana transfer pusat, Komisi IV berharap efisiensi tidak menurunkan kualitas capaian program pembangunan.
“Kami ingin Kepala Bappeda dapat membuktikan efektivitas penggunaan anggaran yang terbatas ini tanpa menghambat target pembangunan,” ujar Sudirsah dalam rapat pembahasan, Kamis (13/11/2025).
Selain itu, Komisi IV meminta penjelasan rinci terkait dampak pemotongan tersebut terhadap hasil tender pengadaan barang dan jasa yang menjadi tanggung jawab Biro PBJ NTB.
Tiga Agenda Strategis Gubernur NTB Disorot: Kemiskinan, Pangan, dan Pariwisata
Dalam dokumen RPJMD 2025-2029, terdapat tiga fokus utama pembangunan daerah: penanggulangan kemiskinan ekstrem, ketahanan pangan, dan penguatan sektor pariwisata. Namun, implementasi di lapangan dinilai masih belum optimal.
“Program pengentasan kemiskinan ekstrem terlihat berjalan lambat. Target 109 desa belum tercapai secara maksimal,” tegas Sudirsah.
Komisi menilai, perlu ada koordinasi yang lebih kuat antara pemerintah provinsi dan desa agar target nasional zero extreme poverty dapat tercapai pada 2026.
Di sektor pertanian, kebijakan Harga Genta dari pemerintah pusat juga dikeluhkan karena dianggap merugikan petani lokal. Komisi mendorong Pemprov NTB membuat mekanisme perlindungan harga dan memperkuat hilirisasi produk pertanian agar kesejahteraan petani tetap terjaga.
Pariwisata NTB Dinilai Belum Terpadu
Komisi IV juga menyoroti lemahnya sinergi dalam pengembangan pariwisata daerah. Fokus pemerintah dinilai masih berat ke wisata pantai, padahal wisata alam dan desa menyimpan potensi besar.
“Pemprov perlu menyiapkan program yang memastikan konektivitas antar destinasi, terutama antara Lombok dan Sumbawa,” ujar salah satu anggota Komisi.
Pembangunan infrastruktur pendukung seperti jalan wisata dan fasilitas publik diharapkan menjadi prioritas pada 2026, mengingat pariwisata merupakan tulang punggung PAD NTB.
Sorotan Tajam untuk Dinas Perhubungan dan ESDM
Komisi IV menyoroti paradoks di Dinas Perhubungan (Dishub) yang memiliki PAD tinggi namun kondisi fasilitasnya memprihatinkan.
“PAD Dishub mencapai lebih dari 83% dari target 2025, tetapi fasilitas seperti terminal dan pelabuhan masih tidak layak, terutama di Bangsal,” kata salah satu anggota Komisi IV.
Ironisnya, anggaran Program LLAJ (Lalu Lintas dan Angkutan Jalan) anjlok dari Rp19,4 miliar menjadi hanya Rp140 juta pada 2026, yang dapat berdampak serius terhadap keselamatan transportasi dan kenyamanan wisatawan.
Sementara itu, Dinas ESDM NTB dikritik karena 81 persen anggarannya terserap untuk belanja pegawai tanpa dana investasi sama sekali. Kondisi ini membuat dinas tersebut tidak mampu mengelola potensi tambang dan energi daerah secara optimal.
Komisi IV juga mendesak ESDM mengatasi tambang ilegal, mempercepat penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR), serta memperbaiki data keluarga penerima program listrik gratis agar tidak terjadi tumpang tindih.
Krisis Air dan Infrastruktur Jadi Tantangan Besar
Krisis sumber daya air di sejumlah wilayah NTB mendapat perhatian khusus. Komisi IV mengusulkan pembangunan Water Treatment Plant (WTP) untuk menjernihkan air sungai dan memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat.
Sementara itu, kondisi infrastruktur jalan dan perumahan rakyat disebut semakin tertekan akibat pemangkasan anggaran di Dinas PUPR dan Perkim, dari total Rp678 miliar (2025) menjadi Rp210,9 miliar (2026).
“Fokus kebijakan ke depan perlu diarahkan dari pembangunan baru menjadi pemeliharaan berkala, agar aset infrastruktur tetap berfungsi optimal,” tegas Sudirsah.
Transparansi dan Tata Kelola Jadi Kunci
Rapat Komisi IV juga menyinggung dana aspirasi masyarakat sebesar Rp125 miliar yang dinilai belum jelas peruntukannya. DPRD meminta Pemprov NTB melakukan pemetaan dan publikasi anggaran secara transparan agar tidak menimbulkan kesan tumpang tindih antara program pemerintah dan usulan masyarakat.
Selain itu, proyek tahun 2025 yang progresnya di bawah 50 persen juga menjadi sorotan. Komisi mendesak agar realisasi program dipercepat agar dampak ekonomi bisa dirasakan masyarakat sejak awal tahun anggaran.
Menurut data Kementerian Keuangan RI, NTB termasuk salah satu provinsi dengan ketergantungan fiskal tinggi terhadap dana transfer pusat, mencapai lebih dari 70 persen total APBD.
Dengan adanya pemangkasan dana pusat sebesar 31,2%, NTB harus menata ulang strategi pembiayaan dan meningkatkan PAD berbasis potensi lokal, seperti pariwisata, energi terbarukan, dan pertanian berorientasi ekspor.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait
