Selain itu, Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) petani juga turun 0,16%, menandakan deflasi perdesaan yang ikut mencerminkan lemahnya daya beli dan menurunnya permintaan konsumen di pedesaan.
Secara nasional, NTP Indonesia justru naik 0,63%, menjadikan NTB sebagai salah satu dari 13 provinsi yang mengalami penurunan NTP. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) NTB juga turun dari 130,42 menjadi 128,42.
Ekonom: Ini Bukan Sekadar Masalah Harga, Tapi Masalah Sistem
Peneliti Pusat Kajian dan Analisis Ekonomi Nusantara (PKAEN), Edo Segara Gustanto, menegaskan bahwa persoalan ini merupakan masalah struktural.
“Sebagian besar petani hortikultura di NTB masih bergantung pada pasar tradisional dan sistem distribusi konvensional. Saat panen raya, pasokan melimpah tetapi rantai pasok tidak siap menampungnya, sehingga harga anjlok,”terangnya.
Menurutnya, anjloknya harga bukan sekadar persoalan pasar, melainkan tata niaga dan akses pasar yang belum efisien. Edo mendorong pemerintah untuk mengembangkan ekosistem digitalisasi rantai pasok, memperkuat logistik, serta membentuk koperasi agribisnis modern.
“Kita perlu mendorong petani masuk ke sistem agribisnis modern berbasis data, bukan sekadar produksi konvensional,”ungkapnya.
Transformasi Digital Pertanian Jadi Kunci
Selain modernisasi distribusi, Edo menilai perlunya diversifikasi komoditas dan inovasi penjualan melalui platform digital:
Sistem marketplace khusus pertanian
Gudang pendingin (cold storage)
Pusat logistik desa
Data supply-demand berbasis aplikasi
Sistem kontrak harga dengan pembeli besar
Ia menegaskan, tanpa digitalisasi rantai pasok dan penguatan koperasi, petani akan terus rentan terhadap fluktuasi harga musiman.
Pemerintah Perlu Bergerak
Penurunan NTP NTB menjadi alarm bagi pemangku kebijakan untuk:
Meningkatkan literasi agribisnis petani
Menghubungkan petani dengan pasar ritel modern & ekspor
Menyediakan fasilitas pendanaan petani berbasis kredit produktif
Memperkuat kemitraan dengan startup agritech
Beberapa daerah di Indonesia, seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah, telah mulai menerapkan ekosistem pertanian digital, yang bisa menjadi rujukan bagi NTB.
Penurunan NTP pada September 2025 menegaskan kebutuhan transformasi sistem agribisnis di NTB. Stabilisasi harga, efisiensi distribusi, dan digitalisasi menjadi langkah penting untuk melindungi pendapatan petani dari gejolak pasar.          
          
          
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait
