Kasus Eksplotasi Anak Terkuak: Kakak Jual Adik seharga Rp8 Juta, Polda NTB Rekonstruksi 2 Tersangka

Purnawarman
Eksplotasi Anak Terkuak: Kakak Jual Adik seharga Rp8 Juta, Polda NTB Lakukan Rekonstruksi 2 Tersangka. Tangkapan Layar

LOMBOK, iNewsLombok.id - Subdit IV Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) melakukan rekonstruksi terhadap dua tersangka kasus eksploitasi anak, Insal MAA (51) dan ES (21).

Proses ini bertujuan memastikan konsistensi antara keterangan korban, saksi, dan tersangka serta memperkuat bukti untuk persidangan.

“Ada puluhan adegan intinya,” ujar AKBP Ni Made Pujawati, Kasubdit IV Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta)

Ditreskrimum Polda NTB, menjelaskan mekanisme rekonstruksi yang digelar di dua lokasi berbeda. Lokasi dan Adegan Rekonstruksi Hotel Lombok Raya, Mataram Di kamar hotel ini, tersangka MAA dan ES memeragakan satu adegan utama.

“Di hotel Lombok Raya itu satu kali peristiwa itu,” kata Pujawati.

Homestay Kenda, Cakranegara, Mataram

Di Homestay Kenda, rekonstruksi mencakup dua adegan di kamar nomor 3 dan 4.

“Dan di Homestay Kenda itu dua kali, di kamar nomor 3 dan 4,” tambahnya.

Unsur kecil namun penting seperti boneka Doraemon juga dihadirkan:

“Bagian dari rekonstruksi aja,” tegas

Pujawati menanggapi pertanyaan tentang boneka tersebut. Konsistensi Keterangan dan Pengakuan Pelaku

Perwakilan Koalisi Stop Kekerasan Seksual NTB, Joko Jumadi, menyatakan rekonstruksi sudah diakui oleh kedua pelaku dan mayoritas adegan sesuai keterangan korban. Perbedaan minor tidak mengubah unsur tindak pidana persetubuhan anak.

“Hampir semua sama sesuai dengan keterangan korban, kalau ada yang minor ya secara subtantif unsur tindak pidana sama,” ucap Joko Jumadi.

“Tetap (MAA) pelaku dan ES yang menjual adiknya,” tegasnya menegaskan kedudukan pelaku.

Kronologis Terungkap Kasus ini terungkap setelah korban berinisial AP (13) diketahui hamil dan melahirkan.

Berdasarkan penyidikan ES, kakak korban, menjual adiknya kepada MAA seharga Rp 8 juta secara berulang.

Modus ES membawa korban ke pusat perbelanjaan di Mataram, membelikan baju, lalu menitipkan ke hotel bintang empat. MAA meminta “orang baru (perawan)” untuk menemani di hotel, ES menawarkan adiknya dengan imbalan handphone, kemudian MAA menyerahkan Rp 8 juta kepada ES berulang kali.

Penanganan Korban dan Pendampingan

Sebagai tambahan penting, selain proses hukum, upaya pendampingan psikologis dan rehabilitasi sosial korban menjadi prioritas:

Rujukan LPA dan Unit PPA Polda NTB: Korban segera ditangani oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan unit Perlindungan Perempuan & Anak (PPA) di Polda untuk pendampingan psikologis dan pemulihan trauma.

Kolaborasi lintas instansi: Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan lembaga non-pemerintah (LSM peduli anak) terlibat memberikan layanan konseling dan pengawasan perkembangan anak.

Pemantauan berkala oleh psikolog dan pekerja sosial untuk memastikan korban mendapat perlindungan jangka panjang, pendidikan yang berkelanjutan, dan reintegrasi ke lingkungan keluarga atau wali yang aman.

Proses Hukum dan Ancaman Pidana Kedua tersangka dijerat pasal dalam Undang‑undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan Undang‑undang Perlindungan Anak: Pasal 12 UU No. 12/2022 junto Pasal 88 UU Perlindungan Anak Pasal 76I UU Perlindungan Anak junto Pasal 12 atau Pasal 88 Dengan ancaman hukuman maksimal hingga 12 tahun penjara, mengingat perbuatan eksploitasi seksual dan ekonomi terhadap anak.

Penegakan, Pencegahan, dan Edukasi Masyarakat

Data Polda NTB memperlihatkan tren pelaporan kasus kekerasan seksual terhadap anak mengalami peningkatan beberapa tahun terakhir, menuntut langkah pencegahan lebih masif:

Kampanye kesadaran anak dan orang tua: Sosialisasi bahaya eksploitasi anak di sekolah, komunitas, dan media sosial. Pelatihan bagi aparat desa dan kecamatan: Agar cepat mendeteksi tanda risiko eksploitasi di lingkungannya.

Sistem pelaporan anonim: Hotline pengaduan kekerasan anak berfungsi sepanjang waktu. Kerja sama dengan sektor perhotelan:

Prosedur pelaporan insiden mencurigakan oleh staf hotel/homestay agar terdeteksi dini.

Penguatan regulasi internal institusi: LPA, sekolah, puskesmas, dan polisi memiliki SOP jelas untuk merespon dugaan kekerasan atau eksploitasi anak.

Pernyataan Tegas Soal Permintaan Uang Joko Jumadi juga membantah adanya permintaan uang kepada tersangka MAA oleh LPA atau pihak lain.

“Saya membantah dengan tegas, tidak pernah meminta uang, tidak pernah ada penerimaan dan permintaan apalagi. Karena SOP di LPA itu, dalam hal pertemuan-pertemuan korban dengan para pihak pasti LPA lebih dari dua orang,” katanya. 

Editor : Purnawarman

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network